FUDHUL KALAM

13. Fudhul Kalam Cover

metrouniv.ac.id – 5/12/2025 – 14 Jumadil Akhir 1447 H

Dr. Mukhtar Hadi, M.Si. (Ketua Senat/Dosen UIN Jurai Siwo Lampung)

Dalam sebuah Hadits, Nabi Shallalahu ‘alaihi Wassalam menyatakan bahwa di dalam jasad seseorang ada segumpal daging (mudghoh). Jika segumpal daging itu baik, maka baiklah seluruh jasad itu, namun jika segumpal daging itu rusak maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati. (HR.Bukhari dan Muslim).  Begitulah,  hati adalah pusat segala kebaikan, tetapi juga menjadi pusat segala keburukan. Tergantung bagaimana manusia mengolah, mengarahkan dan mengendalikan hatinya. Islam mengajarkan agar manusia menjaga hatinya supaya terarah kepada kebaikan dan terhindar dari kerusakan. Karena itu menghindari segala hal yang dapat merusak hati adalah kewajiban yang harus terus dilakukan.

Syekh Ahmad Farid, dalam Kitab Tazkiyatun Nafs (Membersihkan hati/jiwa) menyatakan ada banyak kebiasaan yang dilakukan manusia padahal itu dapat merusak hati. Kebiasaan itu adalah suka berlebih-lebihan dalam berbagai hal, yang dalam Bahasa Arab disebut dengan Fudhul. Sikap ini merupakan racun bagi hati yang memiliki daya rusak tinggi. Diantara perilaku yang berlebihan itu adalah fudhul kalam, yaitu sikap yang terlalu banyak bicara atau banyak cakap tentang hal-hal yang tidak bermanfaat atau tidak berguna.

Kemampuan berucap dan berbicara adalah anugerah dari Allah Yang Maha Kuasa. Dengan kemampuan berbicara itu manusia dapat berkomunikasi dan bertukar informasi serta berbagi  pengetahuan. Namun Islam memberikan batasan agar segala sesuatu itu meskipun boleh dan halal dilakukan secara proporsional dan tidak berlebih-lebihan. Sewajarnya saja dan bersikap tengahan. Berbicara yang berlebihan akan menjerumuskan orang kepada sikap fudhul kalam. Fudhul Kalam mencakup dua  makna utama, yaitu pertama, terlalu banyak bicara sehingga melebihi porsi atau kebutuhan yang wajar. Kedua, berbicara yang tidak ada manfaatnya, sehingga mengarah kepada ghibah (gosip), mengurusi urusan orang lain yang tidak perlu, atau mengarah kepada perkataan yang sia-sia belaka.

Dahulu ada kebiasaan orang-orang Bani Israel yang terlalu banyak bertanya, sehingga karena terlalu banyak bertanya, ketika diberikan jawaban justru malah menyusahkan mereka sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali ada orang-orang yang diberikan perintah dan petunjuk yang cukup jelas masih juga banyak bertanya tentang hal-hal yang tidak perlu. Ada pula orang-orang yang gampang sekali memberikan komentar dan bersikap nyinyir terhadap suatu hal yang dia sendiri belum paham betul persoalan yang sebenarnya. Belum mempelajari dan memahami dengan baik, tetapi sudah memberikan komentar panjang lebar yang justru keluar dari konteksnya.

Era sekarang ini fudhul kalam bukan hanya berbicara dengan menggunakan lisan, tetapi juga dalam makna berbicara secara tulisan, menggunakan isyarat, video ataupun gambar. Di zaman dimana komunikasi banyak dilakukan secara digital, maka termasuk sikap banyak bicara adalah ketika gampang memberikan komentar terhadap postingan orang lain yang ada di sosial media. Terkadang ada orang-orang yang mudah sekali membagi postingan yang hoak dan gosip murahan. Juga menyampaikan hal-hal yang semestinya tidak perlu disampaikan lewat sosial media karena itu ranah privat, ranah keluarga atau urusan yang cukup menjadi rahasia suami istri.

Ada pula orang yang merasa sok pintar dan banyak tahu sehingga pembicaraannya tidak bisa  diputus. Semua hal dikomentari. Semua orang dipandangnya tidak tahu lalu ia berbicara dengan nada menggurui. Padahal hal orang lain menilai bahwa apa yang disampaikannya adalah hal yang biasa saja, kurang bermutu, lepas konteks, dan justru menunjukkan kepandirannya. Ia lupa dengan pepatah lama yang mengatakan jadilah laksana padi, semakin berisi semakin merunduk. Berbicaralah seperlunya dan secukupnya dengan isi pembicaraan atau percakapan yang penuh informasi dan hikmah. Jangan seperti tong kosong berbunyi nyaring.

Rasulullah memberikan obat formula bagi siapapun dalam berbicara atau berucap. Sebagaimana dinyatakan dalam haditsnya, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau (jika tidak bisa) lebih baik diam”. Inilah cara menjaga diri supaya tidak berlebihan dalam berbicara baik secara lisan atau tulisan. Kata Rasulullah, diam. Bukan berarti tidak berbicara sama sekali, tetapi berbicaranya diatur. Berbicaralah sesuai keperluannya, tahu kapan harus berbicara dan kapan harus tidak. Pilih dan gunakan bahasa yang baik yang tidak menyakiti lawan bicara dan berbicara sesuai dengan siapa yang diajak berbicara. Jika ada informasi atau berita baru, jangan buru-buru memberikan komentar, pahami dan camkan, tabayyun bil fakta dan tabayyun bil data, baru berikan tanggapan seperlunya. Berguraulah sewajarnya saja, jangan menyakiti hati orang lain. Walahu a’lam bishawab. (mh)

"Ayo Kuliah di UIN Jurai Siwo Lampung"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

"Ayo Kuliah di UIN Jurai Siwo Lampung"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

socio, echo, techno, preneurship
🔴 LIVE
🔊

Cek koneksi...

"Ayo Kuliah di UIN Jurai Siwo Lampung"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.