Revolusi biasa dilakukan dalam sebuah negara, ketika negara tersebut
meginginkan sebuah perubahan total dari setiap sub-sub sistem yang sudah ada.
Baik ekonomi, budaya, sosial dan politik, semua dirubah sesuai keinginan untuk
perubahan yang lebih baik. Begitulah revolusi, menghantarkan sesuatu yang
kurang baik, menuju yang lebih baik. Revolusi semacam itu dapat diraih ketika
memang gerakan revolusi yang dilakukan tidak ditunggangi kecurangan-kecurangan.
Beberapa negara tentu pernah mengalami revolusi. Perancis misalnya,
pernah melakukan revolusi dalam rangka menyingkirkan penguasa yang feodal.
Begitu juga Indonesia, sebagai negara yang kenyang dengan imperialis, tentu
sangat perlu melakukan revolusi.
Soekarno, yang tercatat sebagai Presidan Pertama Republik Indonesia,
banyak belajar dengan Revolusi Perancis dalam perjuanganya membangun NKRI. DI
Perancis, Kaum-kaum borjuis merangkul para proletar dan kaum buruh untuk
bersama-sama berjuang menghilangkan kekuasaan yang feodal demi kehidupan yang
bebas, terciptanya persamaan dan persaudaraan. Revolusi berhasil, namun revolusi
tersebut gagal dalam mencapai kebebasan, persamaan dan persaudaraan sebagai
tujuanya.
Kaum borjuis yang sempat memanfaatkan tenaga para kaum buruh dan proletar
untuk melakukan revolusi, setelah kaum feodal berhasil ditumbangkan, justru
kaum borjuis membuat kekuasaanya sendiri dan menyingkirkan kaum proletar dan
buruh, yang tidak lain mereka adalah pihak yang berperan dalam menumbangkan
kaum feodal.
Meskipun Soekarno banyak belajar dari Revolusi Perancis, namun Soekarno
tidak ingin kecurangan yang terjadi di Perancis terulang di Indonesia. Oleh
karenanya, Soekarno memunculkan dua gagasan besar untuk mengantisipasi semua
itu. Yakni sosio-nasionalisme dan sosio-demokratis.
Untuk menghindari penindasan terhadap rakyat kecil, Soekarno memberikan
benteng berupa gagasan sosio-nasionalisme. Sosio-nasionalisme ini adalah sikap
nasionalisme yang berpihak kepada rakyat. selain berupaya untuk meniadakan
feodalisme (keningratan), Sosio-nasionalisme juga sangat menolak yang namanya
bourjuisme (kapitalis).
Sosio-nasionalisme lebih menghindari sikap eksploitatif dan penindasar
dari salah satu kelas terhadap kelas-kelas yang ada di bawahnya. Singkatnya,
sosio-nasionalisme sangat mencita-citakan masyarakat yang adil dan makmur
dengan tidak ada kelas-kelas sosial dalam bermasyarakat dan bernegara.
Sosio-nasionalisme menawarkan beberapa hal, diantaranya nasionalisme
politik dan nasionalisme ekonomi. Nasionalisme politik adalah, menjamin supaya
sistem politik internal Indonesia tidak dipengaruhi, atau bahkan di dikte oleh
pihak asing atau kekuatan-kekuatan asing. Kemudian, nasionalisme ekonomi adalah
nasionalisme yang menjamin agar Indonesia tetap berdaulat dalam penguasaanya
terhadap seluruh kekayaan ekonomi negara Indonesia.
Sosio-nasionalisme juga menjadikan kemerdekaan bukan sebagai tujuan utama
sebuah perjuangan. Namun, sosio-nasionalisme selalu meletakan kemerdekaan
sebagai jembatan penghubung (jembatan emas) dalam menghantarkan kepada
cita-cita Indonesia itu sendiri. Tentu, cita-cita itu adalah terbentuknya
masyarakat yang sosialistik, tidak ada imperialisme dan borjuisme, yang
bersikap eksploitatif dan menindas.
Dengan beberapa hal yang dimunculkan dari adanya sosio-nasionalisme, maka
revolusi Indonesia dapat dikatakan berhasil jika masyarakat selalu terlibat
dalam keputusan-keputusan ekonomi. Tidak menihilkan masyarakat dari kalangan
manapun untuk berada di posisi-posisi strategis suatu perusahaan yang mengelola
kekayaan-kekayaan ekonomi Indonesia. Sosio-nasionalisme tentu sangat
mempersempit kesempatan asing dalam menguasai kekayaan ekonomi Indonesia.
karena, penguasan asing terhadap kekayaan Indonesia berpotensi menimbulkan
sikap eksploitatif terhadap masyarakat kecil.
Sosio-nasionalisme tentu sangat mempersempit kesempatan
perusahaan-perusahaan asing berdiri dan berkembang di atas tanah Indonesia. Sosio-nasionalisme
tentu lebih mendukung perusahaan dalam negeri untuk terus maju dan berkembang.
Sosio-nasionalisme tentu juga akan berupaya banyak mengangkat masyarakat bawah
untuk terus naik, dengan upaya peningkatan integritas kemanusiaan. Sosio-nasionalisme
juga tidak akan membiarkan masyarakat Indonesia berada di posisi buruh yang
bekerja dengan cara dogmatis di dalam perusahaan.
Kemudian sosio-demokratis, sosio-demokratis merupakan bentuk demokrasi
yang sangat berpihak kepada rakyat marhaen. Dimana rakyat marhaen ini adalah
rakyat yang berada di bawah, tidak memiliki banyak harta dan kekuasaan. Namun
sosio-demokrasi sangat memihak kepadanya.
Artinya, sosio-demokrasi sangat menginginkan semua urusan politik dan
ekonomi itu berada di tangan rakyat. Dari, oleh dan untuk rakyat itu sendiri. Oleh
karenanya, sosio-demokratis juga sangat menolak borjuisme dan feodalisme. Karena
feodalisme dan borjuisme tidak akan menyerahkan urusan politik dan ekonomi ke
tangan rakyat, melainkan hanya untuk kekuasaan semata.
Dalam Risalahnya, yakni “Menuju Indonesia Merdeka” Soekarno menegaskan,
bahwa urusan politik, diplomasi, urusan kerja urusan sendi dan urusan-urusan
lainya itu adalah di bawah pengawasan rakyat. Semua perusahaan-perusahaan
adlaah milik staat (negara), dan negara itu adalah negaranya rakyat. Bukan
negaranya feudal dan borjuis. Semua pembagian hasil dari perusahaan-perusahaan
adalah untuk kepentingan rakyat dan diawasi oleh rakyat.
Pada intinya, sosio-demokrasi menginginkan semua alat-alat produksi,
perusahaan adalah di kuasai oleh rakyat. Dan tidak ada pemisah-pemisah antara
politik dan ekonomi. Semua saling berkaitan, politik juga harus ikut campur dalam
ekonomi, dan ekonomi juga harus tunduk dengan keputusan politik. Apalagi
politiknya berada di tangan rakyat. Denga begitu, maka semua urusan kebutuhan,
seperti makan bukan lagi menjadi urusan individualis, melainkan menjadi urusan
bersama/publik.
Konsep-konsep di atas hanyalah tinggal cerita. Semua kini tak lagi sama.
Nyatanya, banyak pihak asing yang menjadi atasan, dan banyak masyarakat local
yang menjadi bawahan. Nyatanya, demi kebutuhan sebelah pihak, negara mengorbankan pihal lain. ketidak adilan dan
ketidak sama rataan terlihat dengan nyata di depan mata. Bahkan, tidak sungkan
negara memberikan seumber daya ekonominya kepada kekuatan asing. Negara tidak
lagi sayang terhadap sumber daya alamnya, merusaknya, dan menyakiti pihak-pihak
tertentu.
Semua konsep keadilan yang dipikirkan oleh Soekarno telah lama hilang dan
sudah sangat jauh terlupakan. Dan kita, sebagai generasi selanjutnya, cukup
penting untuk mengkaji ulang semuanya.
Penulis: WEPO