KARAKTER ORANG BERIMAN

bg dashboard HD

Bagian 2

metrouniv.ac.id – 12/04/2023 – 21 Ramadhan 1444 H

Dr. Mukhtar Hadi, M.Si. (Direktur Pascasarjana IAIN Metro)

Dari sepuluh karakter orang-orang yang beriman, lima diantaranya telah dijelaskan pada bagian pertama dari tulisan ini. Pada tulisan bagian kedua ini akan dijelaskan lima karakter berikutnya yaitu karakter keenam sampai kesepuluh.

Karakter keenam dari orang-orang yang beriman adalah Harishun ‘ala Waqtihi (Pandai mengatur waktu). Persoalan waktu ini telah diingatkan oleh Allah dalam beberapa ayat al-Qur’an. Allah SWT bahkan bersumpah tentang persoalan waktu ini dengan berdasarkan titik-titik waktu. Dalam empat surat dalam Al-Qur’an Allah bersumpah:  Wal-‘Asr/Demi waktu ‘Asar (QS.Al-Asr (103): 1) ; Wal-Fajri/ Demi waktu Fajar (QS. Al-Fajr (89): 1);  Wad-Dhuha / Demi waktu Dhuha (QS. Ad-Dhuha (93):1); Wal-Laili idza Yaghsya/ Demi waktu malam apabila menutupi cahaya siang (QS. Al-Lail (92):1). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya seorang mukmin memperhatikan waktu-waktu yang dilaluinya. Seorang mukmin adalah orang yang pandai menjaga waktunya karena ia telah dilatih oleh Allah SWT dengan beberapa kewajiban ibadah yang di dalamnya ada pengaturan waktu.

Ibadah shalat lima waktu misalnya, masing-masing dari Subuh, Dhuhur, Asar, Maghrib hingga Isya’ dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Jika seseorang shalat di luar waktu yang telah ditentukan maka ibadah shalatnya dinilai tidak sah menurut hukum syara’. Ibadah puasa juga demikian, kapan boleh berbuka dan kapan mengakhiri sahur dan mulai berpuasa semuanya ditentukan waktunya. Dengan demikian, ibadah-ibadah tersebut secara tidak langsung telah mendisiplinkan orang-orang yang beriman untuk menepati waktu dan pandai mengatur waktu. Oleh karena itu jika ada orang yang mengaku dirinya beriman tetapi tidak disiplin dalam hal waktu, tidak menghargai waktu dengan baik untuk hal-hal yang bermanfaat, maka keimanannya patut dipertanyakan.

Karakter orang beriman yang ketujuh adalah Mujadatul Linafsihi  (Berjuang dan mampu mengendalikan hawa nafsu). Sebagaimana diketahui bahwa setiap diri manusia diberikan bawaan yang bernama hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap orang ini jika tidak dikendalikan maka memiliki kecenderungan merusak dan dapat menjatuhkan harkat martabat manusia menjadi makhluk yang paling hina, bahkan lebih hina dari binatang sekalipun. Usaha untuk mengendalikan hawa nafsu supaya terarah kepada kebaikan dan kebenaran merupakan usaha yang berat dan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Tanpa usaha dan kesungguhan, maka hawa nafsu sukar dikendalikan. Ia bisa menjadi binatang jalang seperti kuda liar yang lepas kekangnya. Seorang mukmin dengan keimanannya kepada Allah dan mengamalkan semua ketentuan-Nya maka akan diberi kemudahan dalam mengendalikan hawa nafsunya karena ia senantiasa dalam bimbingan Allah SWT. Pada gilirannya ia akan memiliki hati dan jiwa yang tenang, yang ketika ia kembali kepada Allah dengan hati yang ridha dan diridhai oleh Allah SWT. (QS. al-Fajr (89): 27-28).  Itulah nafsu yang disebut dengan nafsu Muthmainnah.

Karakter kedelapan adalah Munazhzhamun fi Syunuhi (Tertib dan teratur dalam suatu urusan). Setelah seorang mukmin mampu mengatur waktu dengan baik, maka dengan sendirinya ia akan terbiasa menjadi orang yang tertib dan teratur dalam segala urusan. Ketertiban dan keteraturan dalam segala hal yang diurus menjadi kunci penting dalam mencapai keberhasilan hidup. Dalam soal peperangan, Allah  menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh (QS.As-Shaff:4). Bangunan yang tersusun kokoh adalah sebuah ibarat bahwa segala sesuatu harus dilakukan dengan baik, tertib dan teratur. Karena itu seorang mukmin adalah orang yang memahami manajemen, yaitu pengetahuan yang memandu tentang hal-hal apa yang harus dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Orang yang ingin mencapai tujuannya, maka ia akan mempersiapkan segala seuatunya sejak dari merencanakan, melaksanakan, mengorganisasikan hingga melakukan evaluasi. Prinsip-prinsip manajemen hidup ini  melambangkan keteraturan dan ketertiban. Pendek kata, seorang mukmin adalah orang yang tertib dan teratur dalam sagala hal yang diurusnya.

Karakter kesembilan adalah Qadirun ‘alal Kasbihi (Memiliki kemampuan usaha sendiri atau menjadi orang mandiri). Islam melarang umatnya menjadi peminta-minta atau mengemis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang yang suka meminta-minta dinyatakan sebagai orang yang kehilangan muru’ah atau harga dirinya sebagai manusia. Karena itu seorang mukmin harus menjadi pribadi yang mandiri dan berdiri di atas kaki sendiri dalam mememuni segala kebutuhan hidupnya. Pantang seorang mukmin menjadi pemalas dan bersantai-santai yang berakibat tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, seorang mukmin adalah pekerja keras yang menghasilkan rezeki dari tangan dan usahanya sendiri. Rasulullah mengingatkan bahwa seorang  yang memanggul kayu bakar dengan punggungnya sendiri lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberinya atau menolaknya (HR.Bukhari dan Muslim).

Menurut Ibnu Atsir, bekerja termasuk bagian dari sunnah para Nabi. Nabi Zakaria adalah tukang kayu. Nabi Daud membuat baju besi dan menjualnya sendiri. Nabi Daud tidak akan makan kecuali dari hasil jerih payahnya sendiri. Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang yang sukses, bahkan sejak usia belia. Hampir semua Nabi adalah para pekerja keras sesuai dengan bidangnya masing-masing. Seorang mukmin yang ittiba’ dengan para Nabi, maka ia harus menjadi pekerja keras, pantang bermalas-malas dan mampu berdiri di atas kaki sendiri.

Kemudian karakter mukmin yang kesepuluh adalah Nafi’un Lighoirihi (Memberi manfaat bagi orang lain). Karakter mukmin yang kesepuluh ini sebagaimana sabda Nabi SAW: Khoirun-Nas anfa’uhum lin-Nas, Sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat bagi orang lain. Seorang mukmin adalah orang yang keberadaan dirinya ditengah masyarakat atau dalam pergaulan sesama manusia senantiasa memberi manfaat, bukan sebaliknya menjadi masalah bagi orang lain disekitarnya. Seorang mukmin tidak boleh hanya sekedar ada dan tidak berarti apa bagi lingkungannya (wujuduhu ka-‘adamihi), apalagi malah menjadi sampah masyarakat. Ia harus memberi konstribusi bagi pemecahan persoalan-persoalan yang ada di lingkungannya. Keberadaannya senantiasa dinanti serta dirindukan karena ditunggu-tunggu kebaikan apa lagi yang akan dilakukannya. Wallahu a’lam bishawab. (mh.12.04.23 – Posting : ss_Humas)

 

"Ayo Kuliah di UIN Jurai Siwo Lampung"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

"Ayo Kuliah di UIN Jurai Siwo Lampung"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

socio, echo, techno, preneurship
🔴 LIVE
🔊

Cek koneksi...

"Ayo Kuliah di UIN Jurai Siwo Lampung"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.