metrouniv.ac.id – 1/07/2025 – 5 Muharam 1447 H
Dr. Ahmad Supardi Hasibuan, M.A. (Kepala Biro AUAK IAIN Metro)
Peristiwa hijrah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW beserta sahabatnya, yaitu berpindah dari Kota Makkah menuju Kota Madinah yang kala itu bernama Yatsrib, seribu empat ratus tiga puluh empat tahun yang lalu, bukanlah sebuah perjalanan biasa, atau sebuah perjalanan keterpaksaan, sebagai akibat dari tekanan, boikot, penyiksaan yang dilakukan oleh kaum kuffar Quraisy kepada Nabi Muhammad beserta pengikutnya. Perpindahan ini telah terencana sejak lama, sebab informasi tentang hijrah ini telah diterima oleh Nabi sebelumnya dari seorang Pen- deta Kristen yang bernama Waraqah bin Naufal (keluarga Khadijah, istrinya), yang menginformasikan tentang kenabiannya dan pengusiran dari negerinya oleh kaumnya sendiri.
Selain itu, Nabi juga mendapat informasi dari al-Qur’an yang menyebutkan tentang pengusiran nabi-nabi sebelumnya, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an Surat al-A’raf (7): 82, sebagai berikut: Dan jawaban kaumnya tidak lain hanyalah berkata, “Usirlah mereka (Luth dan kaumnya) dari negeri ini.” Mereka mengganggap dirinya adalah orang-orang yang suci. Dua informasi ini tentu sangat membekas di hati Nabi, sehingga sangat masuk akal manakala perjalanan hijrah ini telah disiapkan dan direncanakan secara matang oleh Nabi. Hijrah ini tidak segera dilakukan, karena harus menunggu perintah dari Allah SWT. Bukankah Muhammad SAW seorang Nabi dan Rasul, di mana seluruh perkataannya, tindak tanduknya dan kebijaksanaannya bersumber atau dikontrol Allah SWT?
Satu hal yang perlu dicatat bahwa peristiwa hijrah ini, bukan hanya sekali dilakukan oleh Nabi, tetapi dilakukannya berkali-kali. Namun yang paling terkenal adalah hijrah dari Kota Makkah menuju Kota Madinah yang kala itu bernama Yatsrib. Sejarah mencatat bahwa umat Islam telah melakukan hijrah sebelumnya, yaitu ke Negeri Habsyah. Para ahli mengatakan bahwa peristiwa hijrah adalah peristiwa yang bersifat monumental dan sekaligus sebagai awal mula tegaknya agama Islam. Sebelum peristiwa hijrah dilakukan, umat Islam berada dalam tekanan kaum kuffar Quraisy, tetapi pascahijrah umat Islam sudah berani membela diri dan agama Islam menjadi agama dambaan setiap insan, menjadi agama yang disegani sekaligus disenangi.
Prestasi yang Mengejutkan
Pasca peristiwa hijrah, hanya dalam hitungan beberapa tahun, dalam kepemimpinan dan di bawah komando Nabi Muhammad SAW, agama Islam berkembang dengan begitu pesat ke seluruh jazirah Arab. Agama Islam bahkan menjadi sebuah agama baru yang diminati, dicari dan digandrungi oleh kawan maupun lawan. Sepeninggal Nabi Muhammad SAW, di bawah kepemimpinan Khulafaurrasyidin dan khalifah-khalifah sesudahnya, agama Islam bahkan menyebar ke seluruh dunia sampai di Spanyol di belahan Barat, sampai India dan Indonesia di belahan Timur. Atas dasar hal tersebut, Khulafaur Rasyidin Kedua, Umar Bin Khattab ketika hendak menetapkan awal tahun baru kalender Islam, menjatuhkan pilihan pada peristiwa hijrah. Penetapan peristiwa hijrah sebagai awal tonggak kalender Islam, menunjukkan betapa besarnya peranan hijrah terhadap perkembangan agama Islam. Sejarah mencatat bahwa sebelum hijrah, agama Islam ditolak kaum kuffar Quraisy, sedangkan penganut agama Islam dihina, disiksa, diboikot, dilecehkan, dan segala macamnya. Tetapi pascahijrah, agama Islam diminati dan dianut serta pemeluknya dihormati dan dibanggakan. Untuk itu perlu diperhatikan apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW pascapelaksanaan hijrah, sehingga dapat diketahui rahasia dari keberhasilan hijrah itu.
Ketika Nabi Muhammad SAW beserta sahabatnya tiba di Kota Madinah, maka ada empat program strategis yang dilakukan oleh Nabi. Pertama, membangun sarana dan prasarana umat Islam, yang diwujudkan dalam bentuk membangun masjid. Masjid pertama yang dibangun oleh Nabi adalah Masjid Quba’, terletak lima kilo meter dari Masjid Nabawi, Madinatul Munawwarah. Masjid dalam konsepsi Islam, memiliki dua fungsi besar, yaitu pertama, sebagai tempat pelaksanaan ibadah shalat dan zikir kepada Allah SWT, juga sebagai tempat pembinaan dan pemberdayaan umat Islam. Masjid juga digunakan sebagai tempat bermusyawarah, tempat menerima tamu, tempat latihan dan persiapan perang, tempat tawanan perang, tempat pendidikan dan dakwah, dan lain sebagainya.
Kedua, menjaga stabilitas keamanan wilayah dan kerukunan umat beragama. Hal ini diwujudkan oleh Nabi dengan mempersaudarakan antara muhajirin (orang Islam yang pindah dari Makkah) dengan Anshar (orang Islam Madinah), sehingga terjalin ukhuwah islamiyah yang sangat kental, melebihi kentalnya persaudaraan senasab (garis keturunan). Selain itu, Nabi membuat perjanjian antara umat Islam dengan kaum Yahudi Madinah, sehingga mereka terkumpul dalam satu komunitas or- ang-orang beriman, namun menoleransi berbagai perbedaan antar kedua agama itu. Kaum Muslim dan Yahudi memiliki sta- tus yang sama. Jika seorang Yahudi bersalah, maka ia harus diluruskan baik oleh Muslim maupun oleh Yahudi. Demikian pula sebaliknya, jika seorang Muslim bersalah, maka ia harus diluruskan baik oleh Muslim maupun oleh Yahudi.
Ketiga, membangun sistem perekonomian umat Islam, yang diwujudkan dalam bentuk kewajiban zakat. Zakat adalah salah satu bentuk pengaturan perekonomian suatu masyarakat, dimana dalam setiap harta umat Islam terdapat hak bagi orang lain, dengan ukuran tertentu. Sistem zakat, mengharuskan seseorang yang memiliki harta cukup (nishab dan haul) memberikan se- bahagian hartanya kepada orang lain yang membutuhkan, tanpa orang lain tersebut merasa malu atau terhinakan. Sebab dia me- nerima bagian yang menjadi haknya. Harta zakat, bukanlah se- buah bentuk belas kasihan orang berpunya kepada yang tak berpunya. Tetapi zakat adalah hak orang yang tak berpunya yang harus diserahkan oleh orang yang berpunya.
Keempat, membangun pelembagaan hukum, baik yang bersifat hubungan langsung antara seorang hamba kepada sang Khaliq maupun hubungan antara seorang anak manusia dengan anak manusia yang lainnya. Termasuk dalam hal ini adalah apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, apa yang boleh dimakan dan apa yang tidak boleh dimakan, dan lain sebagainya. Pelembagaan hukum ini, yang paling tinggi adalah Alqur’an dan Alhadits, ditambah dengan perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh Nabi dengan pihak lain, seperti perjanjian antara Nabi Muhammad dengan kaum Yahudi Madinah, yang terkenal dengan Piagam Madinah.
Mengukir Peradaban Dunia
Ketika Nabi diangkat menjadi seorang Rasul, Kota Makkah dan sekitarnya dikenal sebagai zaman Jahiliyah. Jahiliah artinya kebodohan akan nilai-nilai kemanusiaan. Saking bodohnya, anak perempuan tidak ada nilainya. Anak perempuan dianggap penhinaan bagi keluarga, dan untuk itu, ketika seorang anak perem- puan dilahirkan oleh ibunya, maka anak itu harus cepat-cepat dikuburkan hidup-hidup. Kebodohan paling fatal adalah ketika melakukan penyembahan kepada patung yang terbuat dari roti. Ketika seseorang berada dalam kekenyangan, maka ia menyem- bah tuhannya yang terbuat dari roti. Namun ketika dia merasa kelaparan, maka ia memakan tuhannya yang terbuat dari roti itu. Bukankah ini sebuah kebodohan yang luar biasa? Umar bin Khattab sebelum masuk Islam sering melakukan hal seperti ini. Sejarah mencatat bahwa pelaksanaan hijrah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya dari Kota Makkah menuju Kota Madinatul Munawwarah, adalah awal tonggak baru munculnya sebuah peradaban baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Di penghujung hayat-Nya, Islam berkembang di seluruh Jazirah Arab, dengan peradaban yang tinggi. Bahkan hanya dalam rentang waktu yang relative singkat, agama Islam justru berkembang ke seluruh penjuru dunia, baik di Eropa, Asia, dan Afrika. Hal ini menunjukkan, hijrah adalah sebuah perjalanan mengukir peradaban dunia yang gemilang. Kemajuan akan peradaban yang gemilangan tersebut, ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, disertai dengan peninggalan-peninggalan sejarah yang tidak tertandingi nilainya, seperti Alhambra di Granada, Spanyol dan Taj Mahal di Agra, India. Kemajuan dunia Barat saat ini, justru tidak bisa dilepas-pisahkan dari kemajuan dunia Islam dalam bidang ilmu pengetahuan. Sebab dunia Islamlah yang melakukan penerjamahan besar-besaran ilmu pengetahuan Yunani Kuno ke dalam bahasa Arab. Ilmu pengetahuan Yunani kuno tersebut dipelajari dan dikembangkan oleh umat Islam, sehingga menghasilkan peradaban yang luar biasa. Dan dari dunia Islam inilah para mahasiswa Barat belajar akan ilmu pengetahuan, khususnya di Universitas Cordova di Spanyol, kemudian pada gilirannya melahirkan apa yang disebut dengan renaissance.
Renaissance adalah tonggak awal kebangkitan dunia Barat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam Islam, idiom renaissance adalah setara dengan prinsip hijrah, karena dari hijrah inilah prinsip-prinsip perubahan dunia ke arah yang lebih baik dan terhormat ditegakkan. Kaum wanita dihargai sejajar dengan kaum lelaki dalam hak dan kewajiban di hadapan Tuhan maupun di depan hukum. Para budak pun dimerdekakan dan hak-haknya dipulihkan secara lebih baik sesuai dengan pesan Rasulullah pada saat beliau menyampaikan “Pesan Perpisahan” (Khutbatu l- Wada’). Para buruh harus dibayar hak-haknya sebelum keringatnya kering, adalah bagian penting dari prinsip-prinsip yang di- gerakkan oleh Islam melalui peristiwa hijrah ini.
Pendek kata, hijrah adalah ikhtiar kaum Muslimin untuk mengukir peradaban dunia yang lebih manusiawi, lebih maju dan berakhlak mulia. Kita tidak bisa bayangkan seperti apa jadinya dunia ini, jika hijrah tidak dilaksanakan oleh Nabi Muhammad Saw beserta para sahabatnya.
Wallahu a’lam.