metrouniv.ac.id – 28/02/2024 – 18 Sya’ban 1445 H
Dr. Mukhtar Hadi, M.Si. (Direktur Pascasarjana IAIN Metro)
Banyak yang belum tahu bagaimana kondisi ekonomi Nabi di saat muda. Apakah Beliau termasuk katagori pemuda kaya atau pemuda miskin? Penjelasan berikut ini semoga bisa menjelaskan.
Tulisan sederhana ini sengaja dibuat untuk memberikan semangat bagi anak-anak muda Islam yang menjadikan Nabi sebagai contoh suri tauladan. Semangat menjadi orang kaya dengan cara menjadi wirausahawan. Mengapa untuk menjadi kaya harus menempuh jalan dengan menjadi wirausahawan atau entrepreneur? Karena itulah jalan satu-satunya. Seseorang kalau hanya menjadi pegawai pemerintah, pegawai kantoran, buruh atau pekerja kasar maka kekayaan yang dimilikinya bisa diukur. Tergantung pada besaran gaji atau upah yang diperolehnya setiap bulan.
Karena itu kalau ada seorang pegawai memiliki kekayaan yang melimpah, maka patut dipertanyakan sumber kekayaannya. Kecuali sebelumnya ia mendapatkan warisan yang tak terhingga dari orang tua atau nenek moyangnya. Kalau hanya mengandalkan gaji yang diperolehnya, maka kekayaannya, sekali lagi, bisa diperkirakan.
Seorang muslim penting menjadi entrepreneur, untuk kemajuan bangsa dan demi untuk bisa membantu orang lain. Berdasarkan pengalaman, untuk bisa menjadi negara maju maka negara itu harus memiliki banyak entrepreneur. Menurut kementerian Perindustrian Republik Indonesia, dibutuhkan setidaknya 4 juta wirausaha baru untuk menjadi negara maju. Sebab saat ini rasio wirausaha di dalam negeri masih sekitar 3,1% dari total populasi penduduk. (kemenperin.go.id, 23 Nopember 2018). Ini berdasarkan data 2018, sekarang ini sudah ada peningkatan menjadi 3,18%. Kata Teten Masduki, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
Menurut Direktur Utama Bank Syariah Indonesia, Hery Gunardi, kalau melihat statistik negara-negara maju misalnya di Eropa, Amerika, dan Singapura, rasio pengusahanya rata-rata di atas 10-12%. BIla menilik rasio wirausahawan dengan jumlah penduduk, dibandingkan dengan beberapa negara jiran, Indonesia juga masih kalah. Saat ini Malaysia sudah 4,74%, Thailand 4,26% bahkan Singapura sudah menyentuh angka 8,76%.
Menjadi wirausahawan tidak bisa dilakukan secara instant, secara kilat atau mau gampangnya saja, tiba-tiba menjadi sukses. Mencontoh Nabi, jiwa enterpreneur Muhammad sudah dibentuk sejak masih sangat belia. Dalam buku Mengenal Tuhan karya Bey Arifin, Muhammad muda pertama kali ikut pamannya Abu Thalib berdagang ketika umur 9 tahun. Beliau dibawa pamannya berdagang ke negeri Syam menyertai satu kafilah dagang. Ada yang menyebut, beliau berdagang mulai usia 12 tahun. Apapun itu, faktanya Nabi Muhammad mulai belajar berwirausaha pada usia yang masih sangat muda.
Setidaknya lebih dari tiga kali Rasulullah melakukan perjalanan antar negara untuk berdagang. Dengan pengalamannya itu, Beliau mengenal banyak karakter orang dari berbagai bangsa. Pengalaman mengenal banyak orang itu dikemudian hari menjadi penting sebagai modal kepemimpinannya. Selama berdagang itu Beliau dikenal sebagai pribadi yang memiliki integritas, jujur, dan wirausahawan yang pekerja keras serta tidak mengenal lelah.
Setelah usianya bertambah dewasa, ia kemudian secara mandiri mulai berdagang sendiri di kota Mekah, hingga ia diperkenalkan dengan seorang saudagar kaya yang bernama Khadijah. Melihat kesungguhan dan integritas Muhammad, maka Khadijah mempercayakan usaha perdagangannya kepadanya. Sejak saat itu mulailah Muhammad menjadi seorang manager perdagangan lintas negara bekerjasama dengan Khadijah. Ditangannya usaha perdagangan Khadijah menjadi berkembang dan maju pesat. Lebih maju dari sebelumnya, ketika usaha itu ia jalankan sendiri.
Keberhasilan itu pula yang membuat Khadijah kesengsem kepada Muhammad bukan hanya karena kemampuan dagangnya tetapi juga karena keagungan akhlak dan integritasnya. Hingga kemudian hari mereka berdua sepakat secara sah menjadi suami istri. Saat itu Muhammad berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah sendiri berusia empat puluh tahun. Hubungan suami istri ini berjalan dengan langgeng hingga maut memisahkan mereka.
Jika anda bertanya berapa kekayaan Nabi pada usia dua puluh lima tahun ketika menikahi Khadijah? Secara pasti sulit untuk diceritakan karena terbatasnya catatan sejarah. Namun sebagai gambaran saja, dalam beberapa riwayat, pada saat Beliau menikahi Khadijah, mahar yang diberikan adalah sebesar 20 Bakrah. (Syaikh Syafiyyurrahman Al-Mubarakfury, Shahih Sirah Nabawiyah, 2020). Adapun yang dimaksud dengan Bakrah adalah unta betina yang masih muda. Unta seperti dan sebanyak itu kalau dikonversikan dengan nilai sekarang bisa mencapai ratusan juta rupiah. Karena ada yang menghitung harga seekor unta muda betina dan yang terbaik itu harganya bisa mencapai sekitar lima puluh juta rupiah. Kalau ada seorang anak muda menikah dengan mahar mencapai ratusan juta rupiah dari usahanya sendiri, mestilah ia seorang yang kaya.
Dari hasil usahanya tercatat neraca dagang Rasulullah berupa 1.216.343 gram emas atas usaha Rasulullah, 1.251.601 gram emas atas pembiayaan (investasi dan sedekah), serta 15 bidang tanah dengan masing-masing harga jual senilai 25,5 kilogram emas yang diwakafkan. (www.islamdigest.republika.co.id, Fakta-Fakta tentang Kekayaan Nabi Muhammad).
Fakta-fakta di atas cukup untuk menggambarkan kekayaan Nabi Muhammad SAW. Tidak mengherankan jika pada usia yang masih sangat muda, Rasulullah sudah mencapai posisi keuangan yang disebut oleh Robert Kiyosaki dengan istilah Financial Freedom (kebebasan secara finansial). Kebebasan secara finansial adalah kondisi dimana seseorang terbebas dari segala hutang, memiliki penghasilan yang pasif untuk mencukupi kebutuhan hidup dan tidak lagi khawatir kekurangan uang ketika harus mengeluarkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dengan kebebasan finansial tersebut, maka ketika diangkat menjadi Rasul pada usia empat puluh tahun Rasulullah bisa berkonsentrasi secara penuh untuk mendakwahkan Islam. Kekayaannya didedikasikan sepenuhnya untuk dakwah Islam dan dibantu oleh sahabat-sahabatnya yang juga memiliki kekayaan berlimpah seperti Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan lain sebaganya. Wallahu a’lam bishawab. (mh.28.02.24)