metrouniv.ac.id – 14/07/2024 – 8 Muharam 1446 H
Prof. Dr. Dedi Irwansyah, M.Hum. (Wakil Dekan 3 FUAD/Guru Besar Ilmu Pendidikan Bahasa Inggris di IAIN Metro)
Pernah bertanya-tanya, mengapa penulis pertama dan penulis korespondensi (corresponding author) disebut penulis utama? Tampaknya itu karena penulis korespondensi bertugas untuk men-submit dan melakukan korespondensi dengan pihak jurnal. Selain, tentu saja, terlibat dalam penulisan naskah jurnal. Jika dispesifikasi lebih detail, akan terlihat tugas-tugas lain seorang corresponding author. Di antaranya, mencari venue jurnal yang tepat, menyusun cover letter, memahami catatan reviewers, meminta perpanjangan waktu revisi bila diperlukan, mencari kemungkinan waiver policy, menanyakan progress artikel, dan mengirimkan e-mail terima kasih kepada pengelola jurnal. Daftar tugas yang lumayan banyak bukan? Mungkin itu pula alasan mengapa kinerja corresponding author menjadi dokumen pelengkap kesahihan jurnal internasional bereputasi.
Pertama-tama, seorang corresponding author akan membuat daftar jurnal target yang potensial. Ini bisa dilakukan dengan menelusuri subject areas atau subject categories pada https://www.scimagojr.com/. Jika naskah berkaitan dengan bahasa atau pengajaran bahasa, misalnya, seorang corresponding author bisa memilih kategori linguistics and language. Lalu, pada layar akan muncul daftar jurnal yang bertalian dengan bahasa dan pengajarannya. Setelah mendapatkan daftar jurnal target, corresponding author perlu memastikan setiap jurnal di dalam daftar tidak berstatus discontinued, atau tidak lagi terindeks di Scopus.
Lalu, berdasar daftar tersebut, corresponding author memilih salah satu jurnal yang dipandangnya tepat, terutama berdasar tingkat penerimaan jurnal (journal acceptance rate) dan berdasar, jika ada, biaya publikasi (article publication charge (APC)). Setelah itu, corresponding author menyusun cover letter, semacam surat pengantar yang ditujukan kepada editor jurnal. Cover letter patut memuat gambaran umum dan argumentasi mengapa naskah yang di-submit penting untuk dipertimbangkan oleh editor.
Naskah yang baik lantas akan masuk ke tahap review yang ketat. Para reviewers akan memberikan catatan terkait aspek substansi dan teknis. Terkait ini, corresponding author mesti memahami catatan para reviewers dengan cermat, dan meresponnya dengan tepat. Umumnya, pihak jurnal menetapkan tenggat waktu (deadline) untuk revisi. Jika karena alasan tertentu, misalnya karena masa revisi bertepatan dengan sepuluh hari terakhir Ramadhan dan masa menjelang libur Idul Fitri, corresponding author dapat menulis e-mail memohon perpanjangan waktu revisi.
Setelah tahap review terlampaui, corresponding author boleh saja memohon keringanan biaya publikasi. Terutama jika APC jurnal target dipandang cukup mahal. Permohonan semacam ini dimungkinkan karena beberapa jurnal memiliki waiver policy, atau kebijakan tentang pengurangan biaya publikasi. Setelah permohonan diskon disetujui oleh editor, dan setelah jedah waktu yang cukup lama belum ada kepastian waktu tentang publikasi naskah, corresponding author dapat menulis e-mail untuk menanyakan progress naskah, atau meminta letter of acceptance (LoA), yaitu bukti bahwa naskah telah secara resmi diterima (accepted) oleh jurnal target. Lalu, setelah naskah akhirnya diterbitkan oleh jurnal target, corresponding author sepatutnya kembali mengirim e-mail ucapan terima kasih kepada editor jurnal yang diteruskan kepada penulis pertama dan penulis pendamping, jika naskah ditulis secara tim.
Syahdan, kini tampak layak mengapa corresponding author dikategorikan sebagai penulis utama. Dan kini, sangat beralasan mengapa bukti korespondensi jurnal adalah dokumen penting untuk meneguhkan bahwa sebuah naskah telah melewati tahapan yang baik sebelum dipublikasi. Berminat menjadi corresponding author? Tertarik menjadi orang yang bertanggung jawab penuh untuk berkomunikasi dengan pihak jurnal dari proses submission hingga publikasi?