socio
eco-techno
preneurship

Ekonomi Desa?

19WhatsApp-Image-2020-02-03-at-10.11.21
Materi sekolah desa yang paling menarik sebenarnya membahas ekonomi desa. Menjadi warga desa tidak hanya kekurangan akses pengetahuan, Bahwa kehilangan akses pengetahuan akan berdampak panjang pada kelestarian kebudayaan dan hilangnya modal ekonomi di desa. Bagaimana bisa terjadi? Tanah desa tetap berproduksi, perikanan tetap ada, peternakan terus berjalan dan ditambah negara mengirim 1 miliar ke desa setiap tahun.  Apa yang membuat ekonomi desa semakin mengalami kemunduran? 
Kita analisis dari ruang pengetahuan. Anak-anak muda adalah masa depan desa. Dari mereka estafet kepemimpinan dibangun. Tidak peduli dengan anak muda sama saja mengubur masa depan desa. Pengetahuan desa harus diberikan melalui system desa. Bukan hanya sebatas pengetahuan agama berbasis rumah ibadah, tapi juga pengetahuan melalui kelas-kelas kreatif desa. Misal mendatangkan pemateri bicara soal pertanian organik, teknologi, komputer, media digital. Dana desa cukup untuk membuat perubahan pengetahuan desa dengan fasilitas yang memadai. 
Jika desa dalam 1 tahun membekali anak-anak muda keterampilan tiap pekan, dan membuat sistem pengetahuan desa integrasi dengan sarana masjid, olahraga, internet, kesenian dan lainnya, maka anak muda akan rindu untuk segera pulang ke desa setelah menjalani aktivitas sekolah di luar desanya. Ruang pengetahuan adalah cara desa memberikan alternatif pengetahuan di dalam system desa. Jika ini menjadi kebiasaan, maka dalam jangka panjang akan bertransformasi menjadi ruang kebudayaan. Semua anak muda punya aktivitas yang variatif dan para orang tua harus rela mengeluarkan uang sebagaimana mereka membayar sekolah formal yang disediakan negara. Di ruang pengetahuan desa inilah karakter anak muda akan cepat terbangun. 
Setelah pengetahuan menjadi kebudayaan, kita membahas problem serius, yaitu ekonomi desa harus diselamatkan. Kita inventarisir modal produksi desa mulai dari tanah pekarangan, sawah, ladang, kebun, sebagai tempat menanam makanan pokok, palawija dan sayuran. Kemudian hewan ternak sapi, kambing, kolam ikan dan lainnya. Semua warga harus punya catatan apa saja modal produksi per kepala keluarga (KK) 
Setelah modal produksi maka setiap KK harus mencatat kebutuhan konsumsi harian sampai bulanan. Data ini penting agar para penggerak desa dapat memulai memetakan bagaimana meminimalisir pengeluaran besar yang dapat dipolakan menjadi murah dengan cara kolektifitas. Kebutuhan beras, sayuran, ikan harus dapat dipenuhi secara internal desa. Tapi bumbu masak dan konsumsi sabun, deterjen, pasta gigi, sampo jelas bergantung dengan produk di luar desa. Bagi sebagian besar warga, kebutuhan deterjen dan lainnya sudah menjadi kebutuhan primer. Namun disanalah sebenarnya kemandirian konsumsi dipertaruhkan. 
Kapitalisme bekerja dengan memenuhi kebutuhan primer dengan tawaran industri besar dengan iklan yang masif. Sulit sekali melawan dan butuh pengetahuan, tentu gerakan dengan energi besar. Tapi warga bisa mengusahakan memulai dengan kesadaran bahan lokal. Jika di desa banyak kelapa, seharusnya tidak perlu menggunakan santan dari produk industri. Begitupun dengan gula jawa, gula aren, jika di desa berlimpah pohon yang menghasilkan barang tersebut, mengapa harus membeli dari luar. 
Kembali ke pendidikan, orang desa menjual tanah untuk anaknya sekolah. Ini adalah kesalahan fatal pikiran orang-orang desa. Jika ada system pendidikan desa yang memperhatikan anak-anak muda melampaui sekolah, untuk apa membayar sekolah mahal-mahal di luar sana. Sekolah mahal tidak memberi jaminan anak-anak muda mencintai desanya, memikirkan desanya dan menggerakkan desanya dengan pikiran-pikiran kolektif. 
Selanjutnya adalah perputaran uang desa. Bagaimana desa akan sejahtera jika uang dibiarkan mengalir keluar? Kesalahan bisa kita data, misal pola konsumsi barang dari luar, menabung di bank-bank kota, pemahaman koperasi rendah, dan pengeluaran pendidikan mengandalkan sekolah negara yang monoton atau malah sekolah swasta yang mahal. Menahan perputaran uang di desa selama-lamanya adalah cara desa tidak kehilangan arus ekonomi. 
Jika 1000 KK mengonsumsi deterjen 20 ribu per bulan maka ada 20 juta perbulan atau 240 juta setahun uang mengalir ke kota. Sekali lagi mengubah ini jelas tidak mudah karena konsumsi deterjen produk industri sudah membudaya. Jika pun ada sebagian kalangan ingin membuat mandiri, mereka akan mendapat tantangan dari berbagai kompetitor, izin yang tidak mudah dan persoalan transformasi pengetahuan ke warga yang memakan waktu lama. 
Jadi jika dibangun siklus ekonomi desa, program utama adalah transformasi pengetahuan-kebudayaan, inventaris modal produksi, mengubah pola konsumsi dan memutar uang desa selama-lamanya. Empat hal ini dipahami sebagai cara kita memetakan ekonomi desa. Kuncinya ada di anak-anak muda. Mereka harus dilibatkan dalam diskusi-diskusi serius para penggerak desa. Orang tua harus berani mengeluarkan uang untuk investasi kesadaran anak muda. Sekarang kita lihat di desa-desa dengan misalnya potensi angkatan muda lebih dari 100 orang per desa. Apakah mereka diperhatikan pendidikan substansi oleh orang tua mereka? Apakah mereka diberikan ruang untuk belajar di luar sekolah? Apakah desa memfasilitasi anak-anak muda untuk tumbuh ruang pengetahuannya? Apakah anak muda  ikut terlibat kolektif membangun ekonomi desanya agar semakin sejahtera? Dari desa kesadaran bermula. 
Dharma Setyawan 
Pusat Studi Desa IAIN Metro

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

socio, echo, techno, preneurship
[radio_player id="1"]
"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.