socio
eco-techno
preneurship

ISLAMIC HUMILITY

bg dashboard HD

metrouniv.ac.id – 14/01/2025 – 14 Rajab 1446 H

Prof. Dr. Dedi Irwansyah, M.Hum. (Wakil Dekan 3 FUAD/Guru Besar Ilmu Pendidikan Bahasa Inggris di IAIN Metro)

Hadnallah wa iyyakum, wal afwu minkum.

Dari kata ‘rendah hati’ (humble), muncul istilah ‘kerendahan hati’ (humility), yang merujuk pada sikap untuk tidak merasa lebih hebat atau lebih baik daripada orang lain. Ajaran atau anjuran tentang humility bersifat universal. Ia nyaris ada dalam semua tradisi, budaya, dan agama. Karenanya, ajaran tentang kerendahan hati, mudah ditemukan dalam teks-teks agama (religious and spiritual texts). Dan, anjuran untuk bersikap rendah hati, telah banyak digaungkan tidak hanya oleh para pemikir dan filosof (philosophers and thinkers), penulis dan pemimpin (authors and leaders), guru dan motivator,  namun juga oleh para selebriti dan influencer.

Sekali lagi, telah banyak pemikir, filosof, dan penulis yang menyorot topik kerendahan hati. Baik dinyatakan secara eksplisit, atau yang diungkapkan secara implisit. Dari sekian yang banyak, sorotan yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali tampak praktis dan komprehensif. Ia praktis karena langsung dapat dipraktikkan. Ia juga komprehensif karena menjangkau ragam lapisan interaksi. Bagi seorang Muslim yang telah membaca anjuran humility dari Imam al-Ghazali, ia akan segera tahu bagaimana menerapkan anjuran tersebut kepada orang lain yang lebih muda, lebih tua, lebih pintar (‘alim), lebih bodoh, dan bahkan kepada orang yang berbeda agama.

Diparafrase dari kalam Imam al-Ghazali, ada lima anjuran praktis (practical advice) tentang kerendahan hati. Pertama, bila bersua dengan orang yang lebih muda, kita perlu membatin: “Dia masih muda. Dosanya pasti belum banyak. Sedangkan aku, aku lebih tua darinya. Dosaku, maksiatku, durhakaku kepada Allah swt pasti lebih banyak. Tak pelak, anak muda di depanku ini pasti lebih baik daripada aku.” Begitu indah. Begitu humble.

Kedua, bila berjumpa dengan yang lebih tua, kita patut berucap dalam hati: “Beliau telah lebih dulu beribadah kepada Allah swt. Amal baiknya pastilah lebih banyak. Tak ragu, beliau pasti lebih baik daripada aku.” Begitu positif. Begitu humble.

Ketiga, bila bertemu dengan yang lebih pintar (‘alim), segera katakan pada diri sendiri: “Orang ini telah dikaruniai Allah swt dengan ilmu pengetahuan dan derajat yang tidak aku miliki. Dia pasti lebih baik daripada aku. Semoga Allah swt berkenan menjadikan aku berilmu seperti dirinya.” Begitu apresiatif. Begitu humble.

Keempat, bila berbincang dengan yang lebih bodoh, buru-buru ucapkan dalam hati: “Jika orang ini melakukan kemaksiatan, itu adalah karena kebodohannya. Sementara aku, aku melakukan kemaksiatan padahal aku memiliki ilmu. Karena itu, aku tidaklah lebih baik dibanding dia.” Begitu reflektif. Begitu humble.

Kelima, bila melihat orang berbeda agama (kafir), segeralah membatin: “Boleh jadi, kelak ia akan memeluk agama Allah dan berakhir husnul khotimah. Sedangkan aku, aku bisa saja tersesat. Maka, siapa yang kelak lebih baik di sisi Allah , hanya Allah .yang tahu.” Begitu tawaduk. Begitu humble.

Dus, kerendahan hati adalah semacam kesadaran akan keterbatasan-diri dan pengakuan terhadap kebesaran Sang Pencipta. Melalui ajarannya, Imam al-Ghazali, rahimahullah, menghadirkan spektrum humility dalam berbagai lapisan interaksi. Kerendahan hati yang berbasis pada perspektif  Islami (Islamic humility), pada akhirnya adalah jalan menuju keheningan diri yang damai dan harmoni. Semoga Allah senantiasa memberi petunjuk kepada kami dan kita semua. Mohon maaf jika ada yang salah. Wallahu a’lam.

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

socio, echo, techno, preneurship
[radio_player id="1"]
"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.