KEBEBASAN TIDAK TAK TERBATAS

bg dashboard HD

metrouniv.ac.id – 25/02/2022

Dr. Mukhtar Hadi, M.Si. (Direktur Pascasarjana IAIN Metro)

Seberapa bebas kebebasan manusia? Tidak terbatas, begitu kata mereka yang menganut paham bahwa manusia memiliki kehendak bebas sebebas-besanya sebagaimana sudah diberikan Tuhan kepada dirinya. Kebebasan sebagai kodrati. Kebebasam manusia ini yang kemudian dibungkus dalam mantra Hak Asasi Manusia. Atas nama kebebasan inilah manusia dahulu menuntut lepas dari perbudakan oleh manusia satu terhadap manusia yang lainnya. Atas nama kebebasan itu pula negeri-negeri terjajah menuntut lepas dari penjajahan. Atas mantra kebebasan itu pula manusia meliarkan pikirannya untuk menghasilkan ilmu pengetahuan, seni, dan teknologi. Hatta, atas nama kebebasan itu pula manusia melakoni hidup bebas sex (free sex), hidup bersama tanpa nikah, menjadi homoseksualitas, lesbianisme, termasuk untuk memilih beragama atau tidak beragama, menjadi atheis,  monotheis atau politheis.

Di Amerika dan beberapa belasan negara lainnya di Eropa, telah memberikan kebebasan kepada masyarakatnya untuk hidup bersama dalam sebuah lembaga perkawinan rumah tangga meskipun pasangannya adalah kelamin sejenis. Bukan sekedar kebiasaan yang dianggap lumrah, tetapi dilegalkan dalam regulasi atau aturan hukum. Jika ada sepasang kekasih sesama jenis datang ke gereja untuk dinikahkan secara sah sebagai suami istri, maka gereja wajib menikahkannya karena itu telah dilegalkan menurut hukum positif di Amerika. Sebelum dilegalkan sebenarnya beberapa tokoh agama konservatif menentangnya, namun karena alasan demokrasi dan hak asasi, mereka akhirnya mereka kalah. Jadilah itu norma hukum yang berlaku.

Simbol kebebasan itu kalau di AS  dipatrikan dalam sebuah patung yang bernama Patung Liberty. Patung yang terbuat dari tembaga dan besi itu selesai dibangun pada tahun 1884 dengan biaya sebesar 250.000 Dollar AS. Patung Liberty berupa wanita berjubah dengan lengan terangkat sambil memegang obor. Patung ini bermakna selamat datang bagi siapapun imigran yang datang ke Amerika sekaligus sebagai simbol kebebasan dan demokrasi.

Bukan Amerika kalau tidak paradox, meskipun menganut kebebasan yang hampir tak terbatas, orang-orang Amerika tidak mau disebut sebagai orang yang tidak bertuhan. Pada tahun 1956 Presiden Amerika Serikat, Dwight D. Eisenhower secara resmi mengesahkan undang-undang yang menyatakan “In God We Trust” sebagai semboyan negara bahkan semboyan itu diperintahkan masuk dalam cetakan uang negara. Sebuah kebebasan yang terkadang menabrak aturan agama, namun masih percaya juga kepada Tuhan. Mungkin bagi AS percaya kepada tuhan itu merupakan bagian dari kebebasan itu sendiri.

Apakah memang manusia bisa bebas sebebas-bebasanya mengikuti semua kehendaknya? Sebagaimana yang dianut mereka yang berpaham liberal? Jawabannya, dalam kehidupan sosial ternyata tidak. Ada nilai-nilai, norma-norma, aturan–turan, yang dibuat oleh manusia sendiri yang membatasinya. Kebebasan manusia ternyata dibatasi oleh aturan yang dibuatnya sendiri. Manusia membuat “penjara sosial” untuk membatasi kebebasannya sendiri. Bagaimana penjara sosial itu bekerja, di bawah ini ilustrasinya.

Jika anda  diundang datang ke sebuah acara pengajian atau keagamaan. Jauh-jauh dari rumah pasti anda sudah menentukan dan memilih pakaian yang cocok untuk dipakai pada acara tersebut. Pilihannya, menggunakan baju koko atau baju jilbab bagi yang muslimah, atau setidaknya menggunakan pakaian yang pantas dan patut sesuai dengan acaranya. Apakah tidak boleh menggunakan pakaian yang bebas sekehendaknya, seperti pakaian yang pendek dan terbuka, atau lebih cocok untuk pakaian pesta? Tentu saja boleh, tidak ada yang melarang, namun anda harus siap-siap menjadi pusat pandangan mata, bahan pergunjingan dan bisa-bisa diusir dari acara. Karena itu atas dasar norma sosial, maka anda akan berpakaian dengan cara menyesuaikan diri dengan kehendak sosial. Artinya, kebebasan manusia dibatasi oleh manusia dengan norma-norma dan aturan sosial yang dibuat berdasarkan kesepakatan sosial.

Norma-norma sosial ini dibanyak tempat memang berbeda-beda, namun hampir semua kelompok masyarakat memilikinya. Manusia sendiri sadar bahwa kebebasan manusia itu tidak bisa dliarkan begitu saja, perlu dibatasi atau kebebasan yang tidak tak terbatas. Kebebasan manusia jika tidak dibatasi maka akan berbahaya bagi kehidupan manusia itu sendiri. Kebebasan tak terbatas akan melahirkan hukum rimba, siapa yang kuat maka dia yang akan menang. Kebebasan tak terbatas akan melahirkan hancurnya nilai-nilai luhur yang dimiliki manusia itu sendiri. Maka, “penjara sosial” dibutuhkan untuk mengatur kebebasan manusia.

 

Jika Tidak Malu, Lakukan Sekehendakmu

 

Dalam sebuah hadits, Nabi Saw bersabda “Sesungguhnya di antara ucapan kenabian pertama yang telah diketahui umat manusia adalah. ‘Jika kamu tidak malu, maka berbuatlah sesuka hatimu” (HR.Bukhari). Dengan secara halus Nabi Saw menyentil manusia, bahwa manusia itu bebas untuk melakukan sekehendak yang ia inginkan, namun jika ia punya malu maka ia tidak akan melakukannya. Seolah-olah Nabi memberikan pesan dalam bentuk isyarat, bahwa manusia itu sesungguhnya bebas melakukan apa saja, namun ada aturan, norma agama dan norma hukum yang membatasi dan harus dijadikan acuan. Dalam hadits lain, Rasulullah  mengingatkan bahwa  sifat malu adalah merupakan bagian dari iman, “ al-hayaau minal imaan”; malu adalah sebagian dari iman.

Ibnul Qayyim al-Jauziyah menyatakan bahwa kata malu berasal dari al-hayyah yang artinya hidup. Dalam pandangan Ibnul Qayyim, didup dan matinya  hati seseorang sangat mempengaruhi sifat malu orang tersebut. Begitu pula dengan hilangnya rasa malu, dipengaruhi oleh kadar kematian hati dan ruh seseorang. Sehingga  setiap kali hati hidup, pada saat itu pula rasa malu menjadi lebih sempurna.

Malu adalah akhlak  yang mendorong seseorang untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang buruk dan tercela, sehingga mampu menghalangi seseorang dari perbuatan maksiat dan dosa, serta mencegah sikap melalaikan hak orang lain. Demikianlah hakikat kebebasan dalam Islam. Manusia bebas melakukan apapun yang penting masih dalam batas-batas dan koridor yang diatur dalam syariat. Bebas yang dibingkai dengan rasa malu, dimana rasa malu itu bersumber dari ajaran-ajaran kebaikan yang ada dalam agama, norma-noma sosial dan norma-norma hukum.

Wahai..! mereka yang menganut paham kebebasan sebebas-besanya dengan tanpa “malu”. Ingat pesan ini.  Jika kebebasan itu diliarkan tanpa kendali, maka tunggulah kehancuran hidupmu dan kehidupan manusia lainnya di dunia ini. Wallahu a’lam bishawab. (mh.25/02/2022)

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

socio, echo, techno, preneurship
"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.