socio
eco-techno
preneurship

KETIKA ASISTEN DIGITAL IKUT MASUK RUANG KULIAH

WhatsApp Image 2025-06-30 at 10.05.45

Oleh :

Umar

(Dosen UIN Jurai Siwo Lampung)

 

UNESCO, dalam laporan Global Education Monitoring (GEM) 2023-2025, menegaskan bahwa pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya akses terhadap pendidikan berkualitas, sangat bergantung pada kapasitas institusi pendidikan untuk memanfaatkan teknologi secara bijak. Transformasi digital bukan sekadar tren, melainkan kekuatan revolusioner yang menuntut perguruan tinggi membangun infrastruktur kuat, regulasi inklusif, dan tenaga pengajar yang siap berinovasi. GEM 2025 secara khusus mendorong adopsi pembelajaran yang berpusat pada murid, berbasis teknologi, dan inklusif, juga menekankan personalisasi pembelajaran, hybrid learning, pemberdayaan guru, serta keterlibatan komunitas sebagai fondasi sistem pendidikan masa depan yang adaptif dan bermakna. Di era di mana kecerdasan buatan (AI) menjadi game changer dalam pengajaran, penilaian, dan administrasi akademik, panggilan ini bukan hanya ambisi; ia adalah keharusan strategis yang membuka babak baru inovasi pendidikan, dan satu pertanyaan mendesak menunggu jawabannya, bagaimana institusi merespons tantangan sekaligus peluang besar ini?

Pada tahun 2024 (diperbarui Mei 2025), UNESCO memperkenalkan AI Competency Framework for Teachers, sebuah kerangka holistik yang membekali pendidik dengan keterampilan yang seimbang antara teknis dan humanistik. Framework ini menyentuh lima dimensi kunci—mindset yang berpusat pada manusia, etika AI, dasar teknis dan aplikasi AI, pedagogi berbasis AI, serta pengembangan profesional—dan dirancang agar guru tidak hanya memahami, tetapi juga mampu berinovasi dan mengelola AI secara etis dan bertanggung jawab di kelas. Ini lebih dari panduan; ia menjadi panggilan moral bagi pendidik untuk memimpin inovasi pendidikan secara inklusif, berkelanjutan, dan terhubung langsung dengan tantangan zaman.

Integrasi AI pada Pendidikan: Dampak Positif dan Risiko Etika

Integrasi kecerdasan buatan (AI) dalam dunia pendidikan membuka banyak peluang untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan efisiensi administrasi akademik. Salah satu manfaat utamanya adalah kemampuan AI untuk mempersonalisasi pengalaman belajar sesuai dengan kebutuhan masing-masing mahasiswa. Teknologi seperti Microsoft Copilot dan Anthropic Claude mampu menganalisis pola belajar individu dan memberikan rekomendasi materi tambahan yang relevan, sehingga meningkatkan keterlibatan dan hasil belajar. Selain itu, AI juga membantu dosen dalam tugas administratif seperti penyusunan laporan dan evaluasi tugas, yang dapat mengurangi beban kerja hingga 30%, sehingga dosen bisa lebih fokus pada proses pengajaran dan penelitian.

Namun, di balik manfaat tersebut, penggunaan AI dalam pendidikan juga menimbulkan sejumlah tantangan etika yang tidak boleh diabaikan. Salah satunya adalah risiko bias algoritma, yang bisa menyebabkan ketidakadilan dalam penilaian atau seleksi akademik, jika data pelatihan tidak representatif. Contohnya, sistem pengenalan wajah berbasis AI memiliki tingkat kesalahan yang lebih tinggi untuk kelompok tertentu, seperti perempuan berkulit gelap. Selain itu, maraknya penggunaan tools AI seperti ChatGPT dan Claude for Education memunculkan kekhawatiran terkait plagiarisme dan ketergantungan berlebih pada konten yang dihasilkan AI, yang berpotensi mengikis integritas akademik. Ketimpangan akses teknologi juga menjadi isu serius, karena tidak semua mahasiswa memiliki kesempatan yang sama untuk menggunakan tools ini secara berkelanjutan.

Untuk mengatasi berbagai risiko tersebut, dibutuhkan regulasi yang jelas serta panduan etika dalam pemanfaatan AI di lingkungan pendidikan. Institusi perlu melakukan audit berkala untuk memastikan transparansi dan keadilan sistem AI, sekaligus memberikan edukasi kepada mahasiswa dan dosen tentang batasan dan tanggung jawab dalam penggunaannya. Kemitraan antara perguruan tinggi, perusahaan teknologi, dan organisasi nirlaba juga penting untuk mengembangkan praktik penggunaan AI yang bertanggung jawab. Dengan langkah-langkah ini, integrasi AI di dunia pendidikan Indonesia dapat dilakukan secara inklusif, adil, dan selaras dengan nilai-nilai pendidikan yang beretika.

Regulasi Nasional tentang Penggunaan GenAI pada Pendidikan Tinggi

Panduan Generative Artificial Intelligence (GenAI) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada Juni 2025 mencerminkan upaya strategis dalam menghadapi perkembangan teknologi AI di lingkungan perguruan tinggi Indonesia. Panduan ini tidak hanya bertujuan meningkatkan efisiensi proses akademik, tetapi juga memperkuat integritas dan inklusivitas dalam sistem pendidikan tinggi. Melalui pendekatan kolaboratif antara manusia dan AI sebagai alat bantu, pemerintah berupaya menyeimbangkan manfaat teknologi dengan prinsip-prinsip akademik yang harus tetap dijaga.

Salah satu poin penting dalam panduan ini adalah larangan penggunaan AI untuk plagiarisme atau manipulasi data akademik. Dalam era digital, tools AI mampu menghasilkan konten yang hampir tak terbedakan dari karya asli, sehingga risiko pelanggaran etika seperti plagiarisme semakin tinggi. Hal ini selaras dengan laporan GEM UNESCO 2023 yang menyebutkan peningkatan risiko bias algoritma dan ketergantungan berlebih pada teknologi. Oleh karena itu, Kemendikbudristek secara eksplisit melarang penggunaan GenAI untuk menciptakan karya ilmiah palsu atau mengubah hasil penelitian. Panduan ini juga mendukung rekomendasi global tentang perlunya literasi digital dan pedoman etika yang jelas bagi civitas akademika.

Untuk memastikan implementasi yang efektif, Kemendikbudristek meluncurkan program pelatihan intensif bagi dosen. Program ini dirancang untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam menggunakan dan mengajarkan teknologi AI secara bertanggung jawab. Berdasarkan survei EDUCAUSE 2025, lebih dari 60% fakultas membutuhkan pelatihan dalam pemanfaatan AI, sementara hanya sebagian kecil institusi yang memiliki strategi AI yang komprehensif. Pelatihan ini mencakup topik seperti deteksi disinformasi, evaluasi konten AI, serta pengelolaan data mahasiswa secara etis, sehingga para dosen dapat menjadi garda terdepan dalam penerapan AI yang produktif dan beretika.

Meski begitu, tantangan infrastruktur teknologi masih menjadi hambatan utama dalam penerapan AI di perguruan tinggi Indonesia. Adanya kesenjangan akses internet antara daerah perkotaan dan pedesaan yang membuat distribusi teknologi tidak merata. Untuk mengatasinya, panduan GenAI merekomendasikan kerja sama antara pemerintah, lembaga riset, dan industri teknologi guna memastikan akses yang adil. Selain itu, program seperti Indonesia International Student Mobility Awards (IISMA) diharapkan memberikan mahasiswa kesempatan untuk memperoleh pengalaman internasional dalam penggunaan AI. Meskipun ada kekhawatiran akan penyalahgunaan teknologi, banyak pihak tetap optimis bahwa AI, jika dikelola dengan baik, bisa menjadi alat yang memperkuat aksesibilitas dan inovasi pembelajaran, termasuk bagi penyandang disabilitas.

Implementasi Institusional AI di Perguruan Tinggi Islam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi pelopor Pendidikan Tinggi Islam pertama di Indonesia yang secara resmi membentuk Artificial Intelligence and Literacy Innovation Institute (ALII) sekaligus menerbitkan Surat Keputusan Rektor Nomor 127 tahun 2025 tentang Penggunaan Kecerdasan Buatan (AI). Langkah ini dilakukan menyusul antusiasme besar dari dosen dan mahasiswa dalam memanfaatkan teknologi AI, baik untuk kegiatan akademik maupun non-akademik. Sebagai pusat riset, inovasi, dan pelatihan literasi AI, ALII hadir dengan visi untuk memastikan bahwa pemanfaatan teknologi berjalan sesuai prinsip amanah, keadilan, dan integritas akademik. Menurut Rektor UIN Jakarta, Asep Saepudin Jahar, bahwa langkah ini bukan sekadar mengikuti arus digitalisasi, tetapi lebih kepada membentuk arah pemanfaatan AI yang mendukung pengembangan keilmuan dan keimanan modern.

Salah satu aspek penting dalam SK tersebut adalah pengaturan etika penggunaan AI dalam penulisan akademik. Mahasiswa diwajibkan mencantumkan atribusi secara jelas jika menggunakan AI dalam tugas harian, skripsi, hingga publikasi ilmiah. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga batas tegas antara pemanfaatan AI sebagai alat bantu dan praktik plagiarisme. Wakil Rektor bidang Akademik, Ahmad Tholabi, menekankan bahwa pedoman ini dirancang agar AI benar-benar menjadi pendukung proses belajar, bukan celah untuk kecurangan. Selain itu, penggunaan AI dalam ujian hanya diperbolehkan dengan protokol khusus yang memastikan keaslian kompetensi mahasiswa. Tidak hanya bagi mahasiswa, kebijakan ini juga memberikan panduan bagi dosen dan tenaga kependidikan dalam memanfaatkan AI untuk perancangan kurikulum, penyusunan materi ajar, efisiensi administrasi, hingga perencanaan kegiatan kampus.

Meski begitu, pemanfaatan AI tetap dilandaskan pada nilai-nilai dasar Islam seperti kejujuran, keadilan, dan integritas intelektual. Banyak dosen yang mulai merasakan manfaat AI dalam memperkaya materi ajar dan mempercepat proses riset, namun mereka sepakat bahwa peran humanis dosen tidak dapat tergantikan. Dalam rangka memperluas dampak positif, UIN Jakarta berkomitmen untuk meningkatkan literasi AI melalui pelatihan intensif, memperluas kerja sama riset dengan pengembang AI, serta terus menyempurnakan kode etik digital. Dengan fondasi yang kokoh ini, UIN Jakarta berharap kebijakan implementasi AI dapat menjadi inspirasi bagi perguruan tinggi Islam lainnya di seluruh Indonesia, sekaligus membuktikan bahwa kecanggihan teknologi dan nilai-nilai keislaman dapat bersatu dalam membangun pendidikan tinggi yang inovatif dan bermartabat.

Rekomendasi Strategis dan Harapan kepada UIN Jurai Siwo Lampung

Mengutip artikel Adaptasi atau Terlindas? (Redesain Kurikulum UIN di Tengah Ancaman Badai Disrupsi) karya Suhendi, yang salah satu bagian aspek pembahasannya adalah tantangan dan peluang yang dihadapi UIN Jurai Siwo Lampung dalam merancang kurikulum, yang tidak hanya adaptif terhadap perkembangan kecerdasan buatan (AI), tetapi juga tetap menjaga identitas sebagai institusi pendidikan Islam berlandaskan nilai-nilai Islam. Pemanfaatan AI dalam pembelajaran dipandang bukan sekadar alat bantu, melainkan sarana strategis untuk melatih mahasiswa berpikir kritis, melek data, serta sadar akan etika dalam menghadapi algoritma yang bekerja tanpa nurani. Melalui pendekatan Outcome-Based Education (OBE), AI diharapkan menjadi medium untuk meningkatkan kompetensi generatif seperti analisis prediktif, kolaborasi manusia-mesin, dan pengambilan keputusan berbasis data, sekaligus menjadi benteng moral yang mengingatkan mahasiswa bahwa teknologi harus selalu dikaitkan dengan nilai kemanusiaan dan tanggung jawab sosial. Di sinilah peran UIN Jusila sebagai penjaga keseimbangan antara inovasi dan nilai, guna mencetak lulusan yang tidak hanya cakap memanfaatkan teknologi, tetapi juga mampu menjadi “mitra kritis” dengan kesadaran spiritual dan keislaman, sehingga mampu menuntun peradaban dengan kecerdasan teknologi dan kebijaksanaan nilai.

Pada aspek publikasi ilmiah, artikel berjudul Borang yang Terlupakan ditulis oleh Wahyu Abdul Jafar, menyoroti bahwa pencapaian indeksasi Scopus membutuhkan upaya luar biasa, termasuk kualitas karya ilmiah yang tinggi, keterlibatan dosen dalam kolaborasi internasional, dan keberagaman kontributor. Hal ini secara tidak langsung menjadi isyarat bahwa dosen harus mampu menghasilkan publikasi berkualitas yang memenuhi standar ketat Scopus, seperti: kualitas editorial dan substansi artikel yang memadai, keterlibatan dalam jaringan akademik global (misalnya melalui kerja sama penelitian atau author exchange) dan kepatuhan pada etika publikasi dan konsistensi dalam menghasilkan karya. Selain itu, artikel juga menyebut bahwa kesuksesan jurnal tidak hanya menguntungkan institusi, tetapi juga meningkatkan rekam jejak akademik dosen, sitasi, dan peluang kolaborasi internasional. Ini memperkuat argumen bahwa kemampuan publikasi di jurnal bereputasi menjadi tanggung jawab kolektif dan indikator kualitas dosen dalam konteks akreditasi perguruan tinggi.

Tidak berlebihan kiranya, penulis memberikan rekomendasi dan menaruh harapan besar kepada UIN Jurai Siwo Lampung, bahwa sesuai tuntutan era digital, perlu segera menyusun dan menerbitkan dokumen akademik berupa panduan penggunaan AI yang terstruktur sebagai acuan bagi dosen dan mahasiswa dalam memanfaatkan teknologi secara etis dan bertanggung jawab. Selain itu, untuk mendukung peningkatan kualitas riset dan publikasi ilmiah, penting bagi UIN Jusila untuk berlangganan database penyedia artikel bereputasi seperti Scopus, agar memudahkan akses ke literatur berkualitas dan mempercepat proses publikasi di jurnal bereputasi internasional. Sejalan dengan itu, penyediaan langganan tools AI premium akan sangat membantu dosen maupun mahasiswa dalam menghasilkan karya akademik yang inovatif dan kompetitif. Tak kalah penting adalah upaya sosialisasi dan pelatihan rutin yang melibatkan seluruh sivitas akademika, baik mengenai penggunaan teknologi AI maupun penulisan artikel jurnal bereputasi, sehingga tidak hanya meningkatkan mutu pendidikan, tetapi juga memperkuat daya saing institusi di kancah global. Secara terperinci rekomendasi strategis dan harapan besar penulis, disampaikan kepada Pimpinan UIN Jurai Siwo Lampung, agar dapat:

  1. Menyusun dan Menerbitkan Dokumen Akademik berupa Panduan Penggunaan AI

Menghadapi era digital yang terus berkembang pesat, UIN Jurai Siwo Lampung perlu segera menyusun dan menerbitkan panduan penggunaan kecerdasan buatan (AI) secara sistematis sebagai pedoman bagi seluruh sivitas akademika. Panduan ini akan menjadi acuan penting dalam memastikan bahwa teknologi AI digunakan secara etis, bertanggung jawab, dan mendukung tujuan pendidikan berbasis nilai-nilai Islam. Dengan adanya panduan tersebut, dosen dan mahasiswa tidak hanya akan lebih mudah dalam mengakses dan menggunakan alat bantu AI, tetapi juga dilengkapi dengan pemahaman tentang batasan, risiko, dan tanggung jawab dalam pemanfaatannya. Selain itu, panduan ini bisa mencakup contoh penggunaan AI di berbagai bidang studi, kode etik penggunaan, serta strategi integrasi dalam proses pembelajaran dan penelitian.

Langkah ini bukanlah hal yang mustahil atau baru, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah lebih dahulu menunjukkan komitmennya dengan menerbitkan dokumen resmi berupa Pedoman Pemanfaatan Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan, yang menjadi rujukan bagi dosen dan mahasiswa dalam memanfaatkan AI secara bijak dan produktif. Keberhasilan mereka membuktikan bahwa institusi pendidikan Islam pun mampu merancang inovasi digital yang sejalan dengan prinsip-prinsip keislaman. Kini saatnya bagi UIN Jurai Siwo Lampung untuk meneladani langkah progresif tersebut, agar tidak tertinggal jauh dalam gelombang transformasi pendidikan abad 21.

  1. Berlangganan Database Artikel Ilmiah Bereputasi

Dalam upaya meningkatkan kualitas riset dan publikasi ilmiah, sangat penting bagi UIN Jurai Siwo Lampung untuk mulai berlangganan database yang menyediakan artikel-artikel bereputasi internasional. Salah satu platform yang paling populer dan diakui secara global yaitu Scopus, sebuah basis data yang menjadi rujukan utama dalam penilaian kualitas penelitian dan reputasi akademik suatu institusi.

Sayangnya, banyak dosen yang selama ini berusaha keras mengakses literatur dari jurnal-jurnal terindeks Scopus, tetapi terganjal oleh keterbatasan akses karena tidak tersedianya langganan institusi. Harus dipahami bahwa akses ke database Scopus tidak bisa dilakukan secara personal; dosen membutuhkan sub-akun yang terafiliasi dengan institusi pendidikan tinggi tempat mereka bertugas. Tanpa itu, mereka hanya bisa melihat abstrak atau bahkan tidak bisa mengakses sama sekali, meskipun ingin membaca isi penuh artikel yang relevan dengan penelitiannya.

Bayangkan betapa prihatin dan terbatasnya ruang gerak seorang dosen yang ingin berkarya di level internasional, namun harus berhadapan dengan tembok tak kasat mata bernama “akses”. Di tengah semangat untuk mencetak lulusan unggul dan menjadikan UIN sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan berbasis nilai-nilai Islam, pembatasan akses seperti ini terasa begitu menyentuh dan perlu mendapat perhatian serius.

Langkah untuk mulai berlangganan database seperti Scopus bukan hanya soal infrastruktur teknologi, tetapi juga bentuk apresiasi nyata dari institusi terhadap kerja-kerja intelektual para dosen. Dengan memberi akses penuh pada sumber daya berkualitas, UIN akan turut memperkuat ekosistem riset yang inklusif, produktif, dan kompetitif. Selain itu, hal ini juga akan mendorong peningkatan sitasi, kolaborasi internasional, serta reputasi akademik institusi di kancah global.

  1. Berlangganan Tools AI Premium

Selain menyediakan panduan penggunaan AI, UIN Jurai Siwo Lampung juga perlu membuka akses ke sejumlah tools AI premium bagi dosen dan mahasiswa. Langganan premium seperti ChatGPT Plus, Claude Pro, atau Google Gemini Advanced menyajikan kemampuan superior—akses ke model-model terkini, kapasitas pemrosesan tinggi, dan fitur seperti canvas mode atau akses riset mendalam—yang sangat berguna untuk menyusun proposal penelitian, analisis data, pembuatan naskah akademik, hingga penyuntingan jurnal. Lebih jauh lagi, tools ini dapat dioptimalkan dalam konteks pembelajaran. AI premium mampu memberikan umpan balik instan dan khusus terhadap tugas-tugas akademik—seperti menilai struktur tulisan, memeriksa akurasi argumen, dan merekomendasikan bahan bacaan tambahan. Fitur ini mendukung penguatan kompetensi berpikir kritis dan keterampilan menulis ilmiah mahasiswa, berfungsi layaknya tutor virtual personal. Dengan demikian, penggunaan AI premium bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga meningkatkan kualitas pembelajaran, mengubah proses pengajaran menjadi lebih adaptif, interaktif, dan bermutu tinggi.

Sebagai tahap awal, biaya langganan tools AI ini dapat disesuaikan, misalnya dengan mengkonversi anggaran yang selama ini dialokasikan untuk dana ATK (Alat Tulis Kantor) yang diberikan kepada dosen di setiap awal semester. Dana tersebut selama ini biasanya digunakan hanya untuk membeli spidol, pena, dan kertas HVS A4, beserta kantong pembungkusnya, suatu alokasi yang secara finansial bisa tergolong tidak signifikan namun cukup menjadi pertimbangan ulang jika dikaitkan dengan urgensi dan manfaatnya bagi pengembangan pendidikan era digital. Dengan mengalihkan sebagian kecil dari anggaran tersebut, UIN Jusila dapat mulai memberikan akses premium AI kepada dosen khususnya, sebagai langkah nyata dalam mendukung transformasi pendidikan yang lebih inovatif dan relevan dengan tuntutan zaman.

  1. Melakukan Sosialisasi dan Pelatihan Rutin

Agar implementasi teknologi AI dan peningkatan kualitas publikasi ilmiah berjalan efektif, UIN Jurai Siwo Lampung perlu secara aktif melakukan sosialisasi dan pelatihan rutin kepada seluruh sivitas akademika. Kegiatan ini dapat berupa workshop, seminar, simulasi langsung, maupun pelatihan intensif yang melibatkan pakar-pakar dari berbagai disiplin ilmu. Materi pelatihan bisa mencakup pengenalan tools AI beserta fungsinya, praktik penulisan artikel jurnal yang sesuai standar internasional, hingga diskusi-diskusi tentang etika dan dampak sosial dari penggunaan teknologi. Dengan pendekatan yang holistik dan partisipatif, seluruh elemen kampus akan lebih siap menghadapi transformasi digital, sekaligus menjadikan UIN Jusila sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam yang inovatif, inklusif, dan berwawasan global.

Sebagai penutup, penulis akan menjawab pertanyaan: apa yang akan terjadi ketika Asisten Digital Dosen bernama Artificial Intelligence (AI) ikut masuk ruang kelas? bahwa di balik kecanggihan algoritma dan respon cepatnya, tersimpan pertanyaan lanjutan yang juga harus dijawab: apakah ia menjadi jalan menuju pendidikan yang lebih adil dan bermartabat, atau justru memperlebar jurang yang tak terlihat? Jawaban berikut, mungkin akan mengubah cara kita memandang masa depan pendidikan dengan kehadirannya.

Ketika AI memasuki ruang kelas, ia membawa dua wajah sekaligus: harapan untuk pendidikan yang lebih inklusif dan inovatif, serta tantangan besar untuk menjaga nurani, integritas, dan peran manusia sebagai pusat dari seluruh proses belajar.

AI memasuki ruang kelas seperti ombak besar yang tak bisa dihindari; jika kita tidak siap, kita akan tersapu, namun jika kita pandai mengarunginya, kita bisa melonjak ke masa depan pendidikan yang lebih cerdas dan beradab.

AI datang ke ruang kelas bukan sebagai pengganti dosen, tapi sebagai mitra kerja yang menantang kita untuk lebih kritis, etis, dan inovatif dalam mendidik generasi mendatang. (Um-30.06.25)

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

socio, echo, techno, preneurship
"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.