Sejak Work from Home, saya jadi latah mengikuti berbagai webinar (web seminar) yang hampir ada tiap hari, dengan durasi dan tema yang
bermacam-macam. Saya girang menyambut bak âpucuk dicinta ulam tibaâ?, mengikuti
webinar gratis sembari rebahan. Tanggal 15 Mei 2020 lalu, saya mengikuti
webinar yang digawangi oleh ICRS, bertemakan âMerawat Alam
sebagai Ibadahâ?, selain
temanya yang menarik, narasumber yang hadir adalah pemuka agama dari berbagai agama di Indonesia.
Saya menjadi penasaran dan berpikir, menarik juga jika
dibahas relasi
manusia dengan alam dari perspektif teologi lingkungan. Bagaimana seharusnya tindak laku manusia
terhadap alam dari berbagai ajaran agama? Memperingati hari Lingkungan Hidup (5 Juni), saya ingin membagikan
beberapa ulasan webinar tersebut untuk merawat ingatan dan menggugah kesadaran
bersama.
Romo Andang Binawan Sj
(Keuskupan Agung Jakarta) menjelaskan masa pandemik Covid-19 ini merupakan
waktu untuk memurnikan ibadah, relasi
personal dengan Tuhan (menyepi).
Ritual ibadah sehari-hari yang dilakukan
manusia adalah sarana untuk memandu relasi manusia dengan Tuhan. Dalam tradisi Kristiani
manusia dan alam adalah ciptaan
Tuhan, dimana manusia
diciptakan sebagai pemelihara
alam.
Saat ini kehadiran Virus Corona yang belum bisa dipahami oleh sains, disitulah kita mengetahui kehadiran Tuhan di
dalamnya. Dalam filsafat ekologi maupun teologi dikatakan bahwa merawat alam adalah ibadah, maka dalam
sarana tersebut seharusnya kita melihat kebesaran Tuhan.
Nissa Wargadipura (Pondok
Pesantren Ekologi At Thaariq, Garut) memahami bahwa mencintai bumi adalah
keyakinan yang harus selalu
dipupuk. Menurutnya, bumi yang kita huni saat ini semakin panas, karena tidak mampu menyeimbangkan dirinya
sendiri, Situasi konsumsi budaya masyarakat yang amburadul, tenaga kosong untuk
Ibu melahirkan secara normal, kasus
penuaan dini, kebanyakan gula, susu dan jajan instan, kekurangan gizi dan
stunting, merupakan masalah
lingkungan yang kompleks. Belum lagi kebijakan pemerintah
tentang minerba yang pro
terhadap investor, deforestasi, perburuan liar tentu makin tidak
mendukung pemulihan ekologi.
Tindakan kejahatan bukan hanya pembunuhan dan pencurian, tetapi ketika kita membunuh makhluk yang
tidak punya kuasa pada dirinya sendiri misalnya semut, itu juga dinamakan tindak kejahatan. Petani kita saat ini memakai berbagai macam
pestisida, hingga diketahui
ada sekitar 2000 jenis pestisida yang digunakan untuk membunuh ekosistem
kita. Islam adalah agama hijau, namun
sangat
bertentangan sekali dengan Revolusi hijau, karena pertanian monokultur dengan 1 macam tumbuhan dapat membunuh tumbuhan yang lain.
Pesantren ekologi hadir dalam
merawat bumi dengan
satu sistem, yakni agroekologi.
Agroekologi adalah konsep pertanian tradisional,
dimana kebun pekarangan dapat menyumbang kehidupan untuk konsumsi
harian. Dalam alquran menyebutkan bukan hanya habbluminnas,
tetapi juga kewajiban kita menjaga alam atau lingkungan. Ketika
kita melihat mikroba menumbuhkan begitu
indah tanaman-tanaman
kita, disitulah kita melihat
kebesaran Tuhan.
Jo Priastana (Sekolah Tingga Agama Budha Nalanda,
Jakarta Islam) mengatakan bahwa inti dari seorang Budha
adalah Tri Ratna yaitu Budha, Dharma dan Sangha yaitu pencerahan semesta, hukum
tertib/nyata dan komunitas/lingkungan sadar. Menurut budha, segala sesuatu
dalam alam ini saling berinteraksi, saling berhubungan dan saling terhubung. Unsur
dharma yang mendasari alam yaitu unsur api, tanah, udara dan air. Dalam Budha, menanam pohon Bodhi,
pohon berbunga, berbuah dan berdaun adalah bentuk ibadah. Lebih menekankan posmosentrisme daripada
antroposentrisme. Bangunan vihara
sebenarnya sudah sangat alami karena dekat dengan pegunungan. Namun ironi
sekali saat melihat air persembahan dikemas dalam botol plastik, padahal kita kesulitan menanggulangi
limbah plastik
tersebut. Jadi beribadah
dengan melupakan keberlangsungan alam juga tidaklah benar.
Pendeta Clara Christina (Gereja Kalimantan Evangelis) menurut Kristiani, merawat alam adalah Ibadah,
yaitu sikap
hidup yang menyenangkan Tuhan. Manusia diciptakan beserta seluruh alam semesta,
manusia diberi tanggungjawab untuk memelihara
lingkungannya. Ada sekitar
30 pendeta Gereja Kalimantan Evangelis yang aktif mengkampanyekan kepedulian terhadap alam, seperti pelaksanaan kegiatan
tanpa plastik
pada acara pertemuan gereja,
peduli lahan gambut, meminimalkan penggunaan kayu dalam
pembangunan. pelaksanaan
pesta panen dalam bentuk syukur. Mari
merawat alam sebagai bentuk ibadah kita.
Dari berbagai ulasan pemuka agama
tersebut, kita mengetahui bahwa dalam kitab agama, mengajarkan
manusia untuk mengelola dan merawat alam, jangan mengekploitasi. Berbagai kegiatan industri besar yang
merusak lingkungan, seperti
perusahaan kebun sawit, penambangan emas, penamangan batu bara dan lain sebagainya dilakukan oleh
mereka yang juga mengaku beragama tapi tak mengindahkan keberlanjutan alam. Mungkin setiap
diri kita sebenarnya mempunyai dosa ekologisnya masing-masing, saat kita
membuang sampah sisa konsumsi begitu saja ke lingkungan, saat kita boros dalam
penggunaan listrik, saat kita yang membabat habis pepohonan untuk dibangun
rumah dan lain sebagainya. Tuhan telah memberikan kelimpahan alam yang maha
kaya keragamannya, seyogyanya kita
memelihara alam tersebut untuk anak cucu kita. Karena sekali lagi ibadah dalam
agama bukan hanya seputar sholat/persembahan dan puasa, merawat alam adalah
juga bentuk ibadah kita kepada Tuhan.
Oleh : Hifni Septina Carolina (Dosen Tadris Biologi IAIN Metro)
Image Source : google.com