socio
eco-techno
preneurship

Pembangunan Rehab Tangga Perspektif Orang Biasa

12pendi

Saya
menemukan banyak tulisan sebuah kritik saran terkait pembangunan rehab tangga
ada yang menyebutnya flayover, yang menurut saya kata ini terlalu berlebihan
sehingga menyamakan rehab tangga dengan flayover yang ada di beberapa tempat. Kritik
yang muncul menurut saya tidak berimbang hanya melihat dari satu sisi saja,
kritis tanpa solusi. Banyak juga status dan statemen baik di group maupun di media
sosial membicarakan hal ini hanya untuk kepentingan elit lah, buang-buang
anggaran lah, fasilitas lain belum terpenuhi lah, menghabiskan lahan parkir dan
lain sebagainya. Bisa jadi apa yang di bicarakan itu benar adanya, bisa juga
salah tergantung perspektif mana yang digunakan. Sebenarnya sudah ada
klarifikasi terkait hal ini, namun sepertinya belum memuaskan dan dianggap
pembelaan diri.

Dari
sekitan banyak kritik, komentar bahkan tulisan terkait hal ini ternyata muncul
dari dosen atau pegawai juga mahasiswa yang secara usia masih muda, mungkin
harus menunggu usianya di atas limapuluh tahun kali ya atau menunggu
menggunakan kursi roda untuk mengatakan butuh akses atau tangga yang lebih
ramah untuk menuju bangunan gedung.

Kita
lupakan sejenak masalah rehab tangga, saya yakin banyak dari kita pernah ke
bandara bahkan bandara internasional dimanapun dalam maupun luar negeri. Kita pasti
menemukan lift yang di khususkan untuk lansia, wanita hamil dan penyandang
disabilitas, space di dalam mobil pengangkut yang juga dikhususkan, ada
eskalator datar yang jelas ditempel stiker diperuntukkan untuk lansia, wanita
hamil dan penyandang disabilitas, ruang tunggu dan beberapa tempat istimewa
lain yang juga sebenarnya khusus.

Tempat-tempat
yang di sebutkan di atas dalam pengamatan saya penggunanya mungkin hanya 1 per
seribu bahkan lebih, malah lebih banyak digunakan oleh orang normal seperti
saya. Secara teoritis apakah tidak buang-buang anggaran, atau buang-buang
tempat, untuk apa membuat fasilitas khusus dengan desain dan operasional tinggi
padahal penggunanya sangat jarang. Menurut saya Itulah sebuah nilai, saya sebut
nilai kemanusiaan. Mengapa demikian meskipun penggunanya sedikit, tapi ada hak
istimewa bagi mereka yaitu hak yang diberikan oleh orang-orang normal dan waras
kepada yang jumlahnya sedikit yaitu lansia, wanita hamil dan penyandang
disabilitas. Dengan memberikan hak istimewa kepada beberapa orang dengan
kebutuhan khusus tadi setidaknya inilah bentuk komitmen kemanusiaan kita,
sebagai manusia beradab.

Kembali
pada rehab tangga tadi, meskipun penggunanya sedikit bahkan mungkin nyaris
tidak ada tapi inilah bentuk pemberian hak istimewa kepada mereka yang suatu
saat membutuhkan akses dan fasilitas kepada yang berkebutuhan khusus. sama halnya
seperti di bandara, di bus penumpang angkutan bandara yang menyediakan tempat
khusus dan istimewa meskipun penggunanya sangat sedikit. Karena saya perhatikan
di rehab tangga tersebut akan ada jalur khusus kursi roda atau disebut ram, dan
desain anak tangga dengan tingkat kemiringan dan diberi anti selip agar pejalan
kaki tidak terpeleset, hal ini tentu direncanakan oleh orang normal akan
kebutuhan mereka yang butuh hak istimewa.

Saya
teringat salah satu kalimat dalam pembukaan Undang-Undang yang menyatakan bahwa
pri kemanusiaan disebutkan lebih dahulu daripada pri keadilan, karena nilai
kemanusiaan menjadi point penting dalam kita memberikan treatmen dan pelayanan terutama terhadap yang memiliki kebutuhan
khusus. Apalagi hampir semua pengguna tangga yang lama mengeluh, saya mendengar
satpam dua kali terjerembab, mahasiswa pingsan karena terpeleset, puluhan
bahkan ratusan pegawai, mahasiswa dan tamu mengeluh setelah menaiki tangga yang
curam, beberapa bulan yang lalu kita juga kedatangan tamu dua orang tuna netra
berkeliling Indonesia yang menyempatkan hadir ke Kampus IAIN Mero, terasa
betapa dholimnya kita terhadap mereka. Memang no problem bagi kita yang masih muda, normal dan tau jalan
alternatif melalui pintu belakang, tapi tidak semua dapat menggunakan akses
tersebut.

Saya
pikir tak perlu sampai menggunakan alat Gender
Analisis Pathway
(GAP) untuk menemukan solusi yang berkeadilan dalam desain
sebuah bangunan yang ada saat ini, karena memang sudah tampak di depan mata,
kita diwarisi sebuah gedung dengan potensi masalah dan perlu dicarikan solusi tanpa
melupakan estetika dan desain arsitektural sejak awal. Artinya jika tidak ada
keberanian untuk memulai, solusi itu tidak akan pernah terpecahkan sampai
kapanpun. Sekarang tinggal kearifan kita menerima bahwa ini adalah sebuah
solusi yang jika tidak hari ini pada masa mendatang pun harus tetap dilakukan,
jadi tidak perlu menunggu kita tua, atau menunggu kita menggunakan kursi roda
atau pun menunggu saat istri kita hamil tua dan ingin berkesempatan menemui
pimpinan atau yang lain untuk membuat akses yang memudahkan mereka.

Terkait pembangunan
dan fasilitas bangunan non perumahan sebenarnya sudah di atur dalam beberapa
regulasi dan ini menjadi keharusan terpenuhinya standar pelayanan terutama
untuk yang memiliki kebutuhan khusus, lansia, wanita hamil dan penyandang
disabilitas, sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 25 tentang
Bangunan Gedung pada pasal 55 dalam pembangunan harus mempertimbangkan
kemudahan hubungan ke, dari dan di dalam gedung. Salah satunya dari pasal
tersebut meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas
yang mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat dan lanjut usia,
kemudahan dimaksud yaitu Akses ke, dari dan di dalam bangunan. Selain itu
secara teknis juga diatur dalam Permen PU Nomor 45 tahun 2007 tentang Pedoman
teknis Pembangunan Gedung Negara.

Lalu
bagaimana dengan fasilitas lain yang belum terpenuhi? Ini adalah pertanyaan
yang jadi pembanding terkait penggunaan fasilitas dan anggaran. Perlu diingat
bahwa belanja tahun ini pasti direncanakan pada tahun sebelumnya? Jika demikian
adanya maka sebenarnya solusi kebutuhan pada tahun berjalan sudah dipenuhi ini
hanya soal waktu. Namun jika kemudian masalahnya muncul saat ini maka tidak ada
solusi lain selain merencanakan pada tahun berikutnya, tidak membiasakan
berfikir instan saya pikir perlu. Jadi apa kebutuhan dan problem yang mungkin
muncul pada tahun depan benar-benar sudah terakomodir pada rencana seblumnya.
Jadi jika hari ini ada kekurangan fasilitas LCD, Papan tulis semestinya sudah
terjawab pada rencana tahun sebelumnya, sehingga tidak menjustifikasi bahwa
pembangunan flayover tidak tepat sasaran, karena sebenarnya sesuai usulan sudah
ada perimbangan dalam penganggaran.

Sebagai
tulisan orang awam tentu berbeda dengan tulisan lain yang berkualitas bahkan
dengan dalil dan hukum, namun setidaknya saya menyadarkan diri sendiri bahwa kritik
dan saran itu perlu untuk membangun, dan saya menjadi bermuhasabah bahwa jika
saya bukan yang memberi solusi maka bisa jadi saya adalah masalah itu sendiri.
Maka untuk menjaga bahwa sebenarnya masalahnya itu adalah saya, hal-hal yang
berpotensi menimbulkan masalah itu saya hindari, seperti contoh karena saya tau
sempitnya lahan parkir maka saya gunakan motor karena saya punya dan bisa
mengendarainya.

Jadi saya
dapat catat beberapa hal yang saya pikir dapat menjadi perhatian Pertama: Pembangunan yang ada terutama
rehab tangga saya yakin sudah melalui pembahasan yang panjang sejak mulai
pengusulan dengan memperhatikan saran dan masukan dari banyak pihak. Kedua: Pemenuhan fasilitas tambahan
sebenarnya ada seperti penambahan lif namun dalam PP 36 Tahun 2017 Pasal 58 untuk
standar bangunan harus di atas lima lantai, selain regulasi penggunaan lif juga
menggunakan operasional yang tinggi. Ketiga:
Space parkir di kampus satu ada ataupun tidak adanya penambahan tangga memang
sudah sempit, sebelum ada rehab tangga pun sudah berjubel justru dengan adanya
rahab ini ada beberapa tempat yang open space untuk tambahan parkir. Keempat: dengan kondisi rektorat yang
sekarang adalah sebuah keharusan perlunya renovasi yang sesuai standar layanan.
Kelima: Terkait kebutuhan sarpras
lain dalam bentuk peralatan dan mesin sebenarnya sudah terpenuhi, namun pada
pencatatan peralatan rusak dan pemeliharaan belum berimbang, dalam pengamatan
saya setiap tahun selalu ada pengadaan terkait sarpras termasuk tahun ini.

Wallahu
‘Alamu.

Penulis: Supendi, M.Pd.I

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

socio, echo, techno, preneurship
[radio_player id="1"]
"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.