metrouniv.ac.id – 10/12/2024 – 8 Jumadil Akhir1446 H, Dr. Mukhtar Hadi, M.Si. (Direktur Pascasarjana IAIN Metro)
Siapa yang tidak kenal dengan nama satu suku di Jazirah Arab: Suku Quraisy. Semua pengkaji sejarah Islam haqqul yaqin pasti tahu. Quraisy adalah nama suku terkemuka dan termashur di kota Mekah. Bahkan nama suku ini dijadikan nama salah satu surat dalam Al-Qur’an, tepatnya surat nomor 109, yaitu surat Al-Quraisy. Junjungan kita Nabi Muhammad sallalahu ‘alaihi wassalam berasal dari suku ini.
Menurut beberapa pendapat kata Quraisy berasal dari kata At-Taqarrusy yang artinya keterhimpunan. Konon katanya anggota suku ini tadinya terpencar-pencar atau terpisah-pisah lalu mereka menyatu dalam himpunan yang kokoh sehingga disebut Quraisy. Ada yang berpendapat bahwa kata Quraisy berasal dari kata Qarasya yang artinya berusaha atau mencari. Dinamakan demikian karena suku ini terkenal sebagai pengusaha (pedagang) yang ulet dan selalu mencari orang-orang yang membutuhkan untuk dibantu. Ada pula yang berpendapat bahwa Quraisy berasal dari kata Qirsy yang artinya ikan Hiu. Ikan Hiu merupakan ikan yang sangat kuat, melebihi ikan-ikan lainnya. Kata Quraisy untuk menggambarkan betapa kuatnya pengaruh suku ini, seperti halnya ikan Hiu kepada ikan-ikan lainnya.
Berdasarkan penjelasan Asbabun Nuzul surat Quraisy, Syekh Wahbah Al-Zuhaili dalam tafsir Al-Munir mengetengahkan hadits tentang keutamaan suku Quraisy, hadits ini juga dikutip oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Dari Ummu Hani’ binti Abu Thalib, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Allah memuliakan kaum Quraisy dengan tujuh hal, yaitu: Aku (Nabi Muhammad) dari kalangan mereka, kenabian berada di tengah-tengah mereka, Hijabah (pemelihara Ka’bah) ada pada mereka, Siqayah (pengelolaan air zam-zam dan haji) ada pada mereka, Allah menolong mereka dari pasukan gajah, mereka menyembah Allah selama sepuluh tahun saat tidak ada kaum selain mereka yang menyembah-Nya, Allah menurunkan satu surat dalam Al-Qur’an yang berbicara mengenai mereka. Lalu Rasulullah membaca surat Quraisy. (HR. Al-Baihaqi).
Surat Quraisy dimulai dengan ayat pertama yang berbunyi Liila fii Quraisy, yang isinya kita disuruh belajar dengan kebiasaan orang-orang Quraisy. Bukan hanya belajar, karena dalam ayat pertama surat Quraisy itu ada huruf lam ta’ajjub, yang memiliki makna kagum, penuh keheranan dan takjub. Hal itu berarti Allah memerintahkan kepada kita untuk kagum dan takjub dengan suku Quraisy. Selanjutnya belajar dari mereka.
Salah satu yang dijelaskan dalam surat Quraisy adalah tentang orang-orang Quraisy yang memiliki kebiasaan melakukan rihlah (melakukan perjalanan) untuk berdagang. Pada musim dingin orang-orang Quraisy melakukan perjalanan dagang ke Yaman, dan pada musim panas mereka melakukan perjalanan ke Syam. Rihlah suku Quraisy ke Yaman dan Syam bukanlah perjalanan wisata, tetapi perjalanan dagang. Karena itu mereka membawa barang dagangan yang dibutuhkan oleh penduduk Yaman dan Syam. Setelah beberapa waktu, mereka kemudian pulang ke Mekah dengan membawa barang dagangan yang dibutuhkan oleh orang-orang Mekah.
Dengan demikian perjalanan dagang orang-orang Quraisy adalah merupakan bagian dari survival strategy atau strategi untuk bisa bertahan hidup. Sebagaimana diketahui, secara geografis Jazirah Arab adalah wilayah yang tandus dan memiliki iklim yang ektrim. Padang pasir dengan bebatuan yang tandus membuat sulit tanaman bisa tumbuh dengan baik. Di tengah kondisi geografis yang kurang mendukung seperti itu dibutuhkan strategi untuk bertahan hidup, dan yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy adalah dengan melakukan rihlah dagang. Dengan kebiasaan itu, orang-orang Quraisy terbentuk menjadi pedagang yang tangguh dan unggul. Mereka menjadi wirausahawan-wirausahawan yang berhasil.B
elajar dari tradisi rihlah dagang orang-orang Quraisy itu sesungguhnya kita belajar tentang kemampuan membaca kondisi yang dimiliki dan melihat peluang yang bisa digunakan untuk mengatasi segala persoalan. Dalam ilmu manajemen dikenal analisis SWOT, yaitu kemampuan untu menganalisa kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dalam rangka mencapai suatu tujuan. Suku Quraisy cukup memahami hal tersebut, sehingga berkaca dari kekuatan dan budaya mereka, kondisi geagrafis Mekah, peluang yang mereka lihat dari negeri-negeri sekitar, serta tantangan yang mereka hadapi, maka melakukan perjalanan dagang dan membangun hubungan baik dengan negeri-negeri sekitar adalah pilihan rasional yang harus ditempuh.
Kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan yang dicapai orang-orang Quraisy Mekah adalah karena kemampuan untuk melihat kemampuan diri dan peluang di luar yang sangat terbuka yang bisa mereka usahakan untuk menopang kehidupan. Siapapun yang melihat kondisi alam dan geografi Mekah yang tandus pasti berpandangan betapa beratnya kehidupan mereka. Hampir-hampir mustahil orang bisa bertahan dalam kondisi yang sedemikian. Bagaimana mungkin masyarakat dengan kondisi alam yang seperti itu bisa bertahan dalam hidupnya? Namun kenyataannya, mereka justru dikenal sebagai masyarakat yang maju, suku yang sangat berpengaruh dan kuat di sekitar Jazirah Arab. Bahkan salah seorang dari suku ini menjadi manusia pilihan Allah untuk menjadi Rasul dan khataman Nabiyyin. Wajar jika kemudian, Allah SWT memberikan penegasan supaya kita belajar dari kebiasaan orang-orang Quraisy sebagaimana tertulis dalam surat Quraisy ayat kesatu.
Kemampuan beradaptasi, fleksibel terhadap perubahan, dan kemampuan membaca peluang adalah karakter yang dimiliki oleh masyarakat yang maju. Disamping itu kemampuan melihat kedalam, melihat potensi diri dan kelemahan atau kekurangan sendiri untuk diatasi dengan kekuatan yang dimiliki adalah karakter berharga untuk meraih kemajuan. Semua karakter itu dimiliki dan dengan baik dapat dilakukan oleh orang-orang Quraisy.
Dengan segala kemampuan yang dimiliki itu orang-orang Quraisy dikenal juga sebagai orang-orang yang taat ibadah. Mereka tidak mengabaikan tugas kewajibannya untuk tetap beribadah dan mengabdi kepada Tuhannya. Surat Quraisy ayat 3 menjelaskan hal tersebut. Falya’budu rabba haadzal Bait, Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) Rumah ini (Ka’bah). Mereka memuliakan Ka’bah sebagai rumah Allah lebih dari segalanya. Rasulullah menyebut orang-orang Quraisy sebagai Hijabah, yaitu kaum yang diberi tanggungjawab untuk memelihara Ka’bah.
Karena kemampuan orang-orang Quraisy dalam mengatasi segala persoalan hidup, kebiasaan-kebiasaan baiknya, serta komitmen dan istiqomahnya terhadap segala ketentuan syariat, maka Allah mengganjar mereka dengan kecukupan makanan, menghilangkan kelaparan dan memberikan rasa aman dalam kehidupannya (QS. Quraisy: 4). Dalam kehidupan dunia ini apalagi yang lebih dibutuhkan kecuali cukup sandang pangan dan merasa aman dari segala ketakutan. Pendek kata kesejahteraan dan rasa aman adalah kunci penting dalam mengarungi kehidupan dunia ini. Dan Allah SWT telah memberikan itu semua kepada orang-orang Quraisy. Namun semua itu mereka dapatkan bukan dengan gratis, tetapi atas usaha, dedikasi dan rasa syukur yang tiada henti atas segala nikmat yang diberikan oleh-Nya. (mh.10.12.24)