metrouniv.ac.id – 4/09/2024 – 30 Safar 1446 H
Prof. Dr. Dedi Irwansyah, M.Hum. (Wakil Dekan 3 FUAD/Guru Besar Ilmu Pendidikan Bahasa Inggris di IAIN Metro)
“Saya mengagumi dan mencintai Ibu saya karena tiga alasan yang mendalam. Pertama, Ibu saya adalah pribadi yang pemaaf. Saat di kelas 4 SD, saya tidak sengaja memecahkan vas bunga kesayangannya. Ketika saya mempersiapkan diri untuk dimarahi, beliau memeluk saya dengan penuh pengertian dan kedamaian. Momen itu mengajarkan saya makna sejati sebuah pengampunan. Kedua, Ibu seorang yang penyayang. Ketika saya di kelas 2 SMA, Ibu dengan ikhlas menggadaikan kalungnya agar saya bisa mengikuti kegiatan karyawisata sekolah. Kesediaannya untuk berkorban, telah meninggalkan kenangan tak terlupkan di hati saya. Terakhir, Ibu adalah sosok wanita yang tegar. Tahun lalu, ketika keluarga kami mengalami krisis keuangan, Ibu bekerja keras memulai bisnis laundry untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Ketangguhan dan tekad beliau telah menginspirasi saya setiap hari. Sifat pemaafnya yang tulus, kasih sayangnya yang tidak terbatas, dan kerja kerasnya yang mengagumkan, tidak hanya telah menjadikannya seorang Ibu, tetapi juga orang yang paling saya hormati.”
Di atas adalah sebuah paragraf yang embrionya kami susun bersama dengan mahasiswa, di pertemuan perdana sebuah kelas Menulis. Kami sedang belajar menulis sebuah paragraf yang mudah dibaca dan dipahami. Kami memulainya dengan mind mapping, yaitu dengan menulis kata ‘Ibu’ dan melengkapinya dengan tiga atribut (pemaaf, penyayang, dan tegar). Kami menempatkan setiap atribut tersebut sebagai ‘opini’ yang perlu dicarikan ‘fakta’-nya. Misalnya, ketika menulis ‘Ibuku seorang pemaaf’, perlu ada bukti memori atau pengalaman yang menunjukkan atribut pemaaf tersebut (Misal: Saat di kelas 4 SD, saya tidak sengaja memecahkan vas bunga kesayangannya…).
Singkat cerita, setiap atribut akhirnya dapat kami kembangkan menjadi ‘opini dan fakta’. Kami lantas mengonstruksi sebuah paragraf sederhana, yang memuat: pendahuluan, isi (opini dan fakta), dan penutup. Berikut draft awal paragraf yang kami buat.
[PENDAHULUAN] Saya mencintai Ibu saya karena tiga alasan utama. [ISI] Pertama, Ibu saya pemaaf. Saat kelas 4 Sekolah Dasar, saya tidak sengaja memecahkan vas bunga kesayangan Ibu. Saat itu saya takut setengah mati, namun ibu saya tidak marah dan justru memaafkan saya. Kedua, Ibu saya seorang yang penyayang. Saat kelas 2 Sekolah Menengah Atas, ibu saya menggadaikan kalungnya untuk membiayai kegiatan field trip saya. Ketiga, Ibu saya seorang yang tegar. Tahun lalu, ketika keluarga kami mengalami krisis keuangan, ibu memulai bisnis laudry untuk mencukupi kebutuhan keluarga. [PENUTUP] Ibu saya jelas memiliki kepribadian yang menginspirasi yang membuatnya menjadi orang yang sangat saya hormati.”
Syahdan, karena kelas Menulis tersebut terjadi di sebuah Program Studi Tadris Bahasa Inggris, paragraf dalam versi bahasa Inggris berikut mungkin relevan. Paling tidak, bagi mahasiswa yang dengan mereka kami mengonstruksi embrio awal paragraf.
“I deeply admire and love my mother for three profound reasons. Firstly, she embodies forgiveness. When I was in the fourth grade of elementary school, I accidently shattered her favourite vase. Overwhelmed with fear, I braced myself for her anger, but instead, she embraced me with understanding and calm. That moment taught me the true essence of forgiveness. Secondly, my mother’s compassion knows no bounds. When I was in the second grade of senior high school, she pawned her necklace just so I could go on a school field trip. Her willingness to sacrifice for my happiness has left an unforgettable memory on my heart. Lastly, my mother is a tough woman. When our family faced a financial crisis last year, she worked hard to start a laundry business to make ends meet. Her resilience and determination inspire me every day. Her sincere forgiveness, boundless compassion, and hard work make her not only a mother but also a person I hold in the highest respect.”
‘Alaa kulliy haal, dengan menulis sebuah paragraf yang solid, kami sejatinya sedang mencoba meyakini Writing can heal. Bahwa menulis memiliki efek penyembuhan. Paling tidak, ia menyembuhkan kerinduan kami kepada sosok yang telah melahirkan, merawat, mendoakan kami tanpa lelah dan pamrih. We love you Mom. Now and always!