socio
eco-techno
preneurship

Social Climber (Pemanjat Sosial)

Social Climber (Pemanjat Sosial)

16. Web Artikel Mukhtar Hadi Social Climber

metrouniv.ac.id – 11/09/2023 – 26 Robiul Awal 1445 H

Dr. Mukhtar Hadi, M.Si. (Direktur Pascasarjana IAIN Metro)

Sebagian pembaca mungkin pernah mendengar atau bahkan sangat akrab dengan istilah pansos, merupakan akronim dari panjat sosial. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), panjat sosial adalah usaha yang dilakukan untuk mencitrakan diri sebagai orang yang mempunyai status sosial tinggi, dilakukan dengan cara mengunggah foto, tulisan dan sebagainya di media sosial (www. kbbi.kemdikbud.go.id). Dalam pemahaman umum sering dipahami bahwa panjat sosial adalah perbuatan seseorang yang memanfaatkan orang lain, barang, ataupun peristiwa untuk mendapatkan perhatian, keuntungan, ataupun untuk mengangkat status sosial.

Para pemanjat sosial akan menghargai hubungan antarmanusia berdasarkan popularitas dan status karena kedua hal tersebut merupakan kebutuhan utama mereka. Ketika ada orang yang memiliki posisi dan status sosial tinggi, para pemanjat sosial ini akan berusaha berada di sekelilingnya, mencari celah untuk mendapat keuntungan popularitas dan keuntungan material. Ketika ada peristiwa “heboh” yang sedang dibicarakan banyak orang, maka dengan sangat cekatan para pemanjat sosial ini ikut menjadi bagian dari peristiwa yang sedang ramai dibicarakan atau yang sedang viral.

Istilah pansos ini dalam psikologi disebut dengan social climbing, sementara para pelaku panjat sosial disebut dengan social climber. Pelaku panjat sosial ini umumnya dipersepsikan negatif. Dihubungan dengan perilaku yang egois karena mau mendapatkan keuntungan pribadi, memanfaatkan kedudukan orang lain, menumpang popularitas, bahkan dipersepsikan sebagai para penjilat.

Karena itu, bagi sebagian orang, social climber ini adalah sosok teman yang harus dihindari karena memiliki motif terselubung dibalik pertemanan yang ditawarkan. Mereka hanya ingin mendapatkan keuntungan baik materi atau status sosial belaka, namun tidak benar-benar tulus dalam menjalin persahabatan atau tulus membantu orang-orang yang dipanjatinya.

Perilaku pemanjat sosial  ini sebenarnya bukan hanya fenomena masa kini. Istilah ‘pansos’ saja yang kekinian, seiring dengan perkembangan media sosial, namun sebagai sebuah perilaku sudah ada sangat lama. Para pemanjat sosial ini juga identik dengan perilaku munafik atau hipokrit yaitu gambaran untuk orang-orang yang berpura-pura tulus padahal di dalam hatinya menyimpan maksud lain yang buruk. Lain di mulut lain pula di hati. Pelaku hipokrit ini memiliki agenda yang tersembunyi yang hampir mirip dengan pelaku panjat sosial. Misalnya keuntungan pribadi, popularitas, supaya dianggap mendukung, sampai dengan ingin mendapatkan keuntungan material atau finansial.

Dahulu kala, social climber ini berada disekeliling raja, para pemimpin, orang-orang kaya, para bangsawan dan orang-orang yang memiliki status sosial tinggi lainnya. Mereka memanfaatkan pengaruh para raja dan para pemimpin dengan berpura-pura menjadi pendukung setia, pembela yang tanpa pamrih, namun begitu ada kelengahan mereka secara licik mengambil alih kekuasaan. Menusuk dari belakang, menggunting dalam lipatan.

Mereka menggunakan kedekatannya dengan raja dan para pemimpin untuk meningkatkan status sosialnya. Tak lama kemudian ia akan berperan sebagai orang yang paling dekat dengan raja. Merepresentasikan kemauan dan kebijakan para raja. Menjadi bayang-bayang raja. Untuk sampai kepada posisi itu mereka tidak segan-segan menjilat dan merendahkan dirinya  di hadapan kekuasaan. Namun ketika raja jatuh, para pemimpin tidak lagi diposisinya, ia melupakan semuanya, meninggalkannya begitu saja, biarpun orang yang dulu dipuja-puja itu sekarang terlunta-lunta.

Menjadi pelajaran bagi kita, juga para pemimpin. Biasanya dalam lingkaran raja itu banyak orang yang dalam falsafah Jawa dijuluki enam kem (6-Kem). Yaitu orang-orang yang keminter, kemeruh, kemlinti, kemuasa, kemaruk dan kemajon. Artinya orang-orang yang sok pintar, sok tahu, angkuh/sombong, rakus, sok kuasa dan kebablasan. Orang-orang dengan enam kem ini biasanya selalu ada dalam lingkaran kekuasaan. Semakin tinggi kekuasaan maka semakin kemruyuk social climber-nya, semakin banyak yang akan pansos. Karena itu para pemimpin harus waspada. Wallahu’alam bishawab. (mh.11.09.23)

Artikel Terkait

Ateisme di Negara-Negara Islam

metrouniv.ac.id – 13/08/2023 – 25 Muharam 1445 H Dr. Mukhtar Hadi, M.Si. (Direktur Pascasarjana IAIN Metro)   Presiden Joko Widodo

Kader Pemberdayaan Desa

metrouniv.ac.id – 06/08/2023 _ 19 Muharam 1445 H Dharma Setyawan, M.A. (Wakil Dekan 3 FEBI IAIN Metro) Tuan-tuan hakim, apakah

Uang Rakyat?

metrouniv.ac.id – 05/08/2023 _ 18 Muharam 1445 H Dharma Setyawan, M.A. (Wakil Dekan 3 FEBI IAIN Metro) Uang bukan faktor

BAHASA DAERAH, QUO VADIS?

metrouniv.ac.id – 03/08/2023 – 17Muharam 1445 H Dr. Umi Yawisah, M.Hum (Dosen Prodi Bahasa Inggris dan Pascasarjana IAIN Metro) We

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

socio, echo, techno, preneurship
"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.