socio
eco-techno
preneurship

Ateisme di Negara-Negara Islam

Ateisme di Negara-Negara Islam

15. Artikel Mukhtar Hadi Ateisme di Negara Islam

metrouniv.ac.id – 13/08/2023 – 25 Muharam 1445 H

Dr. Mukhtar Hadi, M.Si. (Direktur Pascasarjana IAIN Metro)

 

Presiden Joko Widodo dalam sambutannya di acara Pembukaan ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference, di Jakarta (7/8/2023) mengatakan bahwa saat ini masyarakat dunia semakin tidak religius. Jokowi mengutip data dari Global East Index 2023 yang menyebut bahwa konflik global semakin marak. Dunia sedang tidak baik-baik saja, demikian kata Presiden Joko Widodo. Dalam bidang keagamaan, dari data survai IPSOS Global Religion tahun 2023 terdapat 19.731 orang dari 26 negara di dunia menunjukkan 29 persen menyatakan bahwa mereka agnostik dan atheis. (www.Kompas.com, 7 Agustus 2023).

Mengutip data Pew Research Center, Jokowi juga menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang masyarakatnya paling percaya Tuhan dan angkanya tertinggi di dunia. Dari data Pew Research Center, 96 persen responden di Indonesia meyakini bahwa moral yang baik ditentukan kepercayaan kepada Tuhan. Dengan kondisi seperti ini maka diharapkan negara-negara  ASEAN, khususnya Indonesia tidak hanya menjadi Epicentrum of Growth (pusat pertumbuhan) tetapi juga menjadi Epicentrum of Harmony (pusat perdamaian dan toleransi).

Pernyataan Presiden yang mengutip beberapa data survey global sebagaimana tersebut di atas seolah-olah mengkonfirmasi beberapa perkembangan mutakhir tentang persoalan agama dan hubungan antar agama dalam masyarakat dunia dewasa ini. Pada awal tahun 2023 ini dunia dikagetkan dengan demontrasi parade pembakaran kitab suci Al-Qur’an. Di awali dengan kegiatan pembakaran al-Qur’an di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm (21/1/2023) yang dilakukan oleh Politikus ekstrimis sayap kanan Swedia-Denmark, Rasmus Paludan. Sepekan kemudian, ia melakukan hal yang sama di depan Kedubes Turki di Copenhagen, Denmark. (www.CNN.Indonesia, 4 Pelaku Pembakaran Al Qur’an di Swedia hingga Denmark, 08/08/2023).

Setelah itu, seorang imigran Irak yang bernama Salwan Momika, melakukan pembakaran al-Qur’an pada 28 Juni 2023 bertepatan dengan hari raya Idul Adha 1444 H di luar masjid terbesar di Stockholm. Sambil membakar al-Qur’an Salwan  mengatakan “ Ini (bakar al-Qur’an) adalah demokrasi. Bahaya jika mereka mengatakan bahwa kita tidak bisa melakukan ini”.  Pada akhir Juli 2023, aktivis Irak Salwan Najeem mengajukan ijin untuk membakar al-Qur’an di depan parlemen Swedia. Najeem mengatakan “Saya akan terus membakar ini sampai mereka melarang al-Qur’an, Apa yang illegal tentang itu? Itu hanya selembar kertas. Tahukah anda berapa banyak ancaman yang kami terima? Hanya karena selembar kertas.”

Terakhir seorang perempuan keturunan Iran, Bayrami Marjan, membakar al-Qur’an di pantai Angbybdet, Stockholm, Swedia pada 3 Agustus 2023. Ia mencoret-coret lembaran kitab suci, merobek, lalu membakarnya. Bahkan ia mengatakan pandangannya tentang agama bahwa tidak hanya Islam, seluruh agama harus dimusnahkan. Sebuah pandangan yang menegaskan posisinya sebagai seorang yang atheis.

Beberapa kasus pembakaran kita suci al-Qur’an seolah penegasan dari rasa kebencian kepada Islam dan sekaligus kebencian pula terhadap agama. Beberapa orang dan kelompok yang membenci Islam tapi tidak kepada agama lain bisa jadi karena Islam adalah agama yang paling ekspansif perkembangannya dalam beberapa tahun belakangan ini, terutama di Amerika dan beberapa negara Eropa. Ekspansi ini mungkin  dikhawatirkan akan merontokkan hegemoni budaya dan masyarakat barat. Ajaran Islam dinilai sebagai ancaman bagi demokrasi dan ideologi liberal yang selama ini berurat akar di barat. Pandangan ini diperkuat dengan stereotip media barat yang cenderung bermusuhan dan berpandangan bias terhadap Islam.

Namun yang menarik, trend kenaikan ideologi ateis ternyata banyak juga terjadi di negara-negara yang selama ini sangat ketat menerapkan syariat Islam, terutama di negara-negara Islam di Timur Tengah.  Dalam sebuah tajuk di www.cnbcindonesia.com  yang berjudul “Fenomena Baru di Arab Ramai Warga pilih Ateis, Kenapa?”, diberitakan bahwa pada tahun 2019, dalam survey BBC Internasional terjadi peningkatan persentase penduduk yang tidak beragama, dari awalnya hanya 8% pada 2013 menjadi 13% pada 2019.

Masih menurut www.cnbcindonesia.com , di Iran, dalam riset “Iranians Attitude Toward Religion (2020), terungkap bahwa 47% dari 40.000 responden mengaku telah beralih dari beragama menjadi ateis. Sementara di Turki, negara yang 99% berpenduduk muslim, tercatat peningkatan jumlah ateis dalam kurun 10 tahun terakhir. Dalam laporan lembaga survey Konda pada 2019, ditemukan jumlah orang Turki yang mengaku menganut Islam telah turun dari  55% menjadi 51%. Penurunan ini bukan beralih ke agama lain, tetapi menjadi ateis, tegas laporan itu.

Sementara di Mesir, mengutip Deutsche Welle, Universitas Al-Azhar Kairo pada 2014 juga melakukan survey tentang topik serupa. Hasilnya menunjukkan bahwa 10,7 juta dari 87 juta penduduk Mesir mengaku menjadi ateis, mencapau 12,3% dari keseluruhan populasi. Hal yang sama juga terjadi di Arab Saudi. Mengutip laporan “Saudi Arabia 2021 International Religiouse Freedom Report, tercatat ada 224 ribu yang memilih tidak beragama, baik ateis atau agnostik.

Data-data sebagaimana di atas, menggambarkan adanya pertukaran perubahan atas perkembangan Islam (agama) di beberapa belahan dunia. Barat yang sudah cukup lama berkecenderungan meninggalkan agama, bersikap agnostik terhadap agama bahkan meninggalkan agama sedang mencari celah baru untuk kembali menarik agama dalam kehidupannya.  Kondisi ini didukung dengan berbagai data bahwa perkembangan agama-agama Timur, khususnya Islam yang begitu sangat cepat perkembangannya di barat.

Sementara disisi lain, negara-negara yang mayoritas muslim, beberapa bahkan menerapkan syariat Islam yang ketat, justru secara perlahan sebagian masyarakatnya semakin bersimpati kepada ateisme dan agnotisme. Apa yang bisa dijelaskan dari fenomena sosial seperti Ini?

Menurut sebuah artikel di lembaga Think tank Secular Humanism, banyak warga Saudi mengaku ateis karena kecewa atas aturan pemerintah yang dianggap kaku dan terlampau ketat. Selain itu warga juga kecewa atas represi dari Saudi. Pemerintah membatasi akses ke situs dam media sosial yang dianggap subversif. Di tengah tekanan itu, diskusi soal ateisme di Saudi justru lebih intensif dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa memilih anonim, sebagian lagi mempertaruhkan kebebasan mereka untuk meningkatkan kesadaran mengenai sekulerisme dan ateisme melalui situs, video, dan media sosial (www.viva.co.id3 Negara Arab Yang warganya Ramai-ramai jadi Ateis, Apa Penyebabnya?, 8/06/2023).

Faktor lain yang memicu meningkatnya ateisme di negara Arab adalah adanya pandangan negatif terhadap agama karena pemberitaan yang buruk, misalnya soal terorisme yang dihubungkan dengan agama, penghancuran masjid, pembakaran gereja, hingga aksi kekerasan lain atas nama agama. Kegagagalan para pemimpin partai atau tokoh Islam dalam pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat karena terlibat korupsi dan skandal buruk lainnya sering juga dihubungkan dengan melunturnya kepercayaan orang terhadap agama.

Dari sudut pandang ini, bisa dipahami mengapa Islam  mengajarkan cara beragama yang wajar dan proporsional serta tidak berlebih-lebihan. Beragama dengan prinsip wasatiyah (tengahan) yang tidak ekstrim ke kanan atau terlalu akstrim ke kiri menjadi pilihan beragama yang niscaya. Beragama yang tidak membuat orang menjadi lari. “Fabima rahmatim minallahi linta lahum. Walau kunta fadhdhon gholiidhol qolbi lanfadhdlu min haulik..” (QS.Ali-Imron: 159). “Maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu..” Wallahu a’lam bishawab. (mh.12.08.23, posting : ss_humas)

Artikel Terkait

Social Climber (Pemanjat Sosial)

metrouniv.ac.id – 11/09/2023 – 26 Robiul Awal 1445 H Dr. Mukhtar Hadi, M.Si. (Direktur Pascasarjana IAIN Metro) Sebagian pembaca mungkin

Kader Pemberdayaan Desa

metrouniv.ac.id – 06/08/2023 _ 19 Muharam 1445 H Dharma Setyawan, M.A. (Wakil Dekan 3 FEBI IAIN Metro) Tuan-tuan hakim, apakah

Uang Rakyat?

metrouniv.ac.id – 05/08/2023 _ 18 Muharam 1445 H Dharma Setyawan, M.A. (Wakil Dekan 3 FEBI IAIN Metro) Uang bukan faktor

BAHASA DAERAH, QUO VADIS?

metrouniv.ac.id – 03/08/2023 – 17Muharam 1445 H Dr. Umi Yawisah, M.Hum (Dosen Prodi Bahasa Inggris dan Pascasarjana IAIN Metro) We

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

socio, echo, techno, preneurship
"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.