socio
eco-techno
preneurship

“Gus Yaqut Jangan Pernah Lelah Mencintai Indonesia”: Sebuah Impresi

“Gus Yaqut Jangan Pernah Lelah Mencintai Indonesia”: Sebuah Impresi

SANTRI SIAGA BELA NEGARA (1)

metrouniv.ac.id – 18/10/2023 – 4 Robiul Akhir 1445 H

Prof. Dr. Dedi Irwansyah, M.Hum. (Wakil Dekan 3 FUAD)

Judul : Gus Yaqut: Jangan Pernah Lelah Mencintai Indonesia
Penerbit : RAYYANA Komunikasindo, Jakarta Selatan

Tahun Penerbitan: 2023

Penulis : Tim Ansor Channel
Tebal : xiv, 485 halaman
Cover : Hardcover

Proses penulisan buku ini mengingatkan peresensi pada buku Course in General Linguistics (1916) buah pemikiran Ferdinand de Saussure. Seorang ahli bahasa dan pelopor linguistik modern berkebangsaan Swiss. Buku itu tidak ditulis oleh de Saussure, tetapi oleh para muridnya berdasar catatan yang mereka buat saat mengikuti perkuliahannya. Buku “Gus Yaqut Jangan Pernah Lelah Mencintai Indonesia” memang tidak ditulis oleh para mahasiswa Gusmen, tetapi oleh sebuah tim yang sangat mungkin adalah para sahabat sang Menteri. Namun demikian, kedua buku tersebut tampak mengirim pesan yang senada. Bahwa kiprah dan pemikiran cemerlang semestinya didokumentasikan melalui sebuah buku agar terus dapat diakses oleh generasi penerus. Verba volant, scripta manent. Kata-kata yang terlisankan mudah hilang, sedang yang tertulis akan menetap.

Judul buku “Gus Yaqut Jangan Pernah Lelah Mencintai Indonesia” menyiratkan bahwa ‘mencintai Indonesia’ adalah sebuah kegiatan yang never ending. Kegiatan yang terus-menerus, berkesinambungan sehingga, mungkin saja, berpotensi menghadirkan kelelahan. Judul buku ini sendiri lantas menjadi reminder sekaligus pesan sentral tentang sikap terhadap Ibu pertiwi.

Tipografi dan tampilan visual buku didukung dengan huruf dan tata letak yang menarik. Di beberapa bagian teks, pembaca akan menemukan font berwarna hijau yang memberi efek segar bagi mata. Juga, ada cukup banyak gambar dan display data statistik berwarna menarik. Perpaduan antara huruf, angka, dan gambar berwarna tampak menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan para pembaca. Otak kiri cenderung analitis dan menyukai huruf dan angka. Sedang  otak kanan cenderung imajinatif dan menyukai gambar serta warna. Thus, tipografi dan visualisasi buku ini berpeluang besar mengoptimalkan daya pikir pembaca karena memberi efek keseimbangan otak kiri  (left hemisphere) dan otak kanan (right hemisphere).

 

Teknik narasi buku ini menggunakan third-person point of view di mana penulis menceritakan kisah sang tokoh utama. Bukan sang tokoh yang bercerita tentang dirinya sendiri. Teknik ini diyakini lebih dapat mengungkap jalan pikiran sang tokoh. Sehingga, buku ini dapat dilihat sebagai satu upaya untuk berdialog dengan pikiran pembaca. Pembaca akan diajak untuk menemukan aspek rasionalitas dalam tuntunan agama. Pembaca Muslim mungkin juga akan teringat pada kalam Ad-dinu ‘aqlun, la dina liman la ‘aqla lahu. Bahwa rasionalitas penting untuk mencerap ajaran agama. Bahwa tidak ada agama bagi yang tidak berakal.

Mengapa buku “Gus Yaqut Jangan Pernah Lelah Mencintai Indonesia” ditulis? Secara leterlek dikatakan untuk memberi motivasi, inspirasi, dan pembelajaran kepada para pembaca. Yang tak kalah menarik adalah kutipan kalam Imam Ghazali di bagian awal buku: khairu jaliisin fi (al)zamaani kitaabun, sebaik-baiknya teman dalam setiap zaman adalah buku. Ini menjadi semacam undangan untuk memperkuat tradisi baca-tulis sebagai penyeimbang tradisi dengar-ucap. Undangan ini menjadi semakin terasa manakala pembaca berada pada bab ke-47  dan Bab ke-35 yang masing-masing bercerita tentang hobi membaca dan menulis yang dimiliki Gus Yaqut, dan tentang Intolerasnsi, Terorisme, dan Radikalisme.

Bab 47: Cepat Membaca, Banyak Menulis. Diawali dengan kutipan statement Gus Yaqut: “Orang paling bahagia adalah mereka yang mampu mengukur diri sendiri” (Peresensi pernah mendengar kalam senada dari seorang guru besar  ilmu Pemikiran Islam: khoirunnas man ya’rifu qodrahu). Bukan kejutan bahwa Gus Yaqut menggandrungi dunia baca tulis. Yang menarik, menurut narator buku ini, reading habit Gus Yaqut terasah tajam justru di sebuah sekolah katolik: Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara. Dikisahkan tentang Romo Franz Magnis Suseno, yang menugaskan mahasiswanya, termasuk Gus Yaqut, untuk membaca buku setiap minggu dan mempresentasikan hasil pembacaannya. Lebih menarik lagi, karena kenangan pedagogis tersebut mungkin saja memantik ingatan sebagian pembaca akan sabda Nabi Muhammad SAW kepada sayyidinaa Ali bin Abi Thalib, tentang khudzil hikmah wa la yadhurruka min ayyi wia-in kharajat: “Ambillah hikmah, dan jangan merisaukan kamu dari mana hikmah itu keluar/berasal.” Bertolak dari sini, pembaca tampak akan memiliki suluh yang lebih terang ketika membaca kiprah Gus Yaqut yang dinarasikan pada Bab 35.

 

Bab 35: Intoleransi, Terorisme, dan Radikalisme. Pengalaman belajar di sekolah Katolik bisa saja terhubung dengan kunjungan Gus Yaqut ke Vatikan untuk mempromosikan keragaman dan toleransi yang dimiliki Indonesia. Terkait itu, Gus Yaqut berkata: “Kita ingin menjadikan Indonesia sebagai barometer kehidupan keberagamaan yang rukun dan harmoni dalam keberagamaan, serta masyarakatnya toleran dan saling menghargai perbedaan.” Di titik ini, pembaca akan melihat secara jernih bahwa intoleransi, terorisme, dan radikalisme harus dilawan.

Akhirnya, buku setebal 485 halaman ini memuat ragam spektrum kehidupan Gus Yaqut, dari latar belakang keluarga, pengalaman organisatoris, karir politik, hobi, kinerja, hingga pendidikan. Terdapat 48 bab yang tampak tidak sepenuhnya terhubung secara kronologis. Jumlah 48 bab tersebut oleh penyusun buku dinisbatkan kepada umur sang tokoh pada saat buku ini dirilis. Namun demikian, 48 bab boleh saja dimaknai sebagai 48 pintu masuk untuk menyelami kisah dan kiprah sang Menteri. Memasuki buku ini hanya melalui dua Bab saja tentu tidak akan pernah mampu menguak kekayaan spektrum di dalamnya secara holistik. Namun terasa cukup mampu meyakinkan pembaca bahwa kecintaan terhadap tanah air bisa jadi ibarat tanaman yang perlu terus disiram. Dan buku bukan hanya menjadi sebuah penghela kebiasaan membaca, namun juga cara bijak untuk menyiram tanaman cinta itu.

Closing. Buku yang cukup tebal ini tampak nyaman dibaca di ruang baca pribadi, atau perpustakaan. Dibalut oleh sampul keras (hardcover atau hardback) membuat buku ini terlihat  solid dan rapi.  Namun, bagi mereka yang gemar membaca saat melakukan perjalanan, mungkin saja akan mengharapkan edisi sampul tipis (softcover atau paperback) sehingga lebih ringan dan mudah dibawa. (posting:ss_humas)

Artikel Terkait

MAHAGURU

metrouniv.ac.id – 02/12/2023 – 18 Jumadil Awal 1445 H Dr. Dedi Irwansyah, M.Hum. (Wakil Dekan 3 FUAD/Pengajar Bahasa Inggris di

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

socio, echo, techno, preneurship
"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.