socio
eco-techno
preneurship

Imam Ahmad, Penjual Roti, dan Istighfar

bg dashboard HD

metrouniv.ac.id – 1/02/2025 – 2 Sya’ban 1446 H

Prof. Dr. Dedi Irwansyah, M.Hum. (Wakil Dekan 3 FUAD/Guru Besar Ilmu Pendidikan Bahasa Inggris di IAIN Metro)

“Ada zaman, di mana nama dan karya lebih dikenal daripada wajah. Seperti adanya zaman, di mana nama dan wajah lebih dikenal daripada karya.”

Kakek tua itu barangkali tak pernah menduga, bahwa ritual doa yang kerap ia langitkan akan dijawab Allah swt dengan cara yang begitu indah. Petang itu, ia melihat seorang musyafir melangkah ringan dari pelataran masjid. Wajahnya tenang, meski baru saja ia diusir oleh penjaga masjid yang tidak mengenalnya. Ah, andai saja sang musyafir memperkenalkan diri, tidak akan mungkin penjaga masjid itu mengusirnya. Andai saja penjaga masjid itu tahu siapa yang telah diusirnya, ia pasti akan menyesali perbuatannya itu. Dan begitulah, dengan segala kelapangan hati, si musyafir keluar melalui gerbang masjid, tanpa rumah kenalan yang dapat ia dituju.

Sementara itu, si kakek tua baru saja akan menutup kedai rotinya yang tidak jauh dari masjid. Sejurus ia melihat seorang musyafir yang tampak berdiri tanpa arah dan tanpa tempat berteduh. Hati si kakek tersentuh. Tanpa banyak tanya, dengan ketulusan hati yang mengalir seperti air jernih, ia menyapa sang musyafir seraya menawarkan tempat baginya untuk berteduh dan makan malam bersama. Sang musyafir menerima tawaran itu dengan bahagia.

Selama berada di kediaman si kakek tua, sang musyafir menyaksikan suatu hal yang istimewa. Ia melihat si kakek kerap melantunkan istighfar. Si kakek beristighfar hampir dalam segala aktivitasnya. Baik saat tangannya sibuk mengaduk adonan maupun saat melihat bara api menari di tungku pembakaran. Si kakek tetap beristighfar lirih ketika ia sedang tidak berbincang dengan tamunya. Bagi dunia, si kakek itu mungkin hanyalah pejual roti. Tetapi bagi langit, ia adalah jiwa yang terus menerus memohon pengampunan Tuhannya.

Diliputi oleh rasa penasaran, sang musyafir lantas bertanya, “Jika boleh saya tahu, sejak kapan engkau mendawamkan beristighfar seperti ini?”

Dengan segala kerendahan hati, si kakek menjawab tamunya, “Sudah cukup lama. Sudah bertahun-tahun. Aku melatih diriku untuk beristighfar dalam hampir setiap keadaan, terutama di sela-sela rutinitas sebagai pembuat roti.”

Sang musyafir kembali bertanya, “Adakah manfaat yang engkau rasakan dari kebiasaan istighfarmu itu?”

Kakek itu tersenyum dan berkata, “Ada saudaraku. Aku merasa Allah swt selalu mengijabah setiap doa-doaku. Hampir semua doa yang aku panjatkan, telah Allah swt kabulkan. Kecuali satu doa, yang hingga saat ini belum menemukan jawabnya.”

Dibalut rasa penasaran, sang musyafir bertanya lagi, “Jika aku boleh tahu, doa apakah kiranya yang belum Allah swt ijabah untukmu?”

Kakek itu menjawab, “Aku kerap berdoa agar suatu hari Allah swt berkenan mempertemukanku dengan seorang ulama besar. Aku berharap bisa berjumpa dengan Imam Ahmad bin Hanbal yang karya-karyanya telah menginspirasi kehidupanku.”

Mendengar jawaban itu, sang musyafir tampak terkejut, lalu menitikkan air mata. Ia memeluk tuan rumahnya. Ia takjub dengan cara Allah swt mengabulkan doa hamba-Nya yang rajin beristighfar. Penuh kelembutan, ia berbisik lirih kepada sang kakek, “Wahai hamba Allah yang tulus-ikhlas, ketahuilah bahwa sedari petang tadi, saat engkau menawarkan tempat bagi musyafir untuk berteduh dan menikmati roti buatanmu, sejak itulah Allah swt telah mengabulkan permohonanmu untuk bertemu dengan ulama yang engkau sebutkan itu.”

Kakek tua itu terseduh lirih nyaris tanpa suara, air matanya luruh tanpa mampu ia tahan. Rasa syukur memenuhi seluruh rongga dadanya, menggetarkan setiap helaan napas yang ditariknya. Tidak pernah terlintas dalam benaknya bahwa Allah swt akan mempertemukan dirinya dengan ulama yang dikaguminya, di kedai rotinya yang sederhana, bahkan setelah sang ulama terusir dari masjid. Namun begitulah, takdir memilih caranya sendiri untuk menghadirkan keajaiban dalam kebersahajaan, dan menghadirkan jawaban atas doa dengan cara yang tak terbayangkan sebelumnya. Astaghfirullah wa atuubu ilaih.

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

socio, echo, techno, preneurship
[radio_player id="1"]
"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.