socio
eco-techno
preneurship

PARAFRASE DAN HABLUN MINANNAAS

PARAFRASE DAN HABLUN MINANNAAS

buku referensi

metrouniv.ac.id – Selasa 04/01/2022

Dr. Dedi Irwansyah, M.Hum (Ketua Lembaga Penjaminan Mutu IAIN Metro)

There is nothing new under the sky. Tidak ada yang benar-benar baru di bawah kolong langit ini, ujar banyak orang. Gagasan-gagasan hebat yang kita dengar hari ini, bisa jadi sebelumnya telah ada. Terdengar hebat, karena kita baru mendengarnya. Tampak memukau karena gagasan itu kini dibungkus dengan diksi yang jarang digunakan oleh orang kebanyakan. Pengungkapan gagasan (narasi) yang sama melalui pilihan kata (diksi) yang berbeda, di kalangan para sarjana dikenal dengan istilah parafrase.

Kita yang menulis skripsi, tesis, disertasi, makalah konferensi, buku ajar, dan jurnal ilmiah, mesti menguasai teknik parafrase dengan baik. Kita tampak perlu bermain teka-teki silang (TTS) atau scrabble untuk meningkatkan penguasaan sinonim dan arti kata; perlu berlatih merubah kalimat aktif ke pasif atau sebaliknya; dan perlu sering-sering membalik letak kalimat (word order). Latihan-latihan semacam itu selain bisa mengasah kreativitas dan melejittkan kecerdasan linguistik (linguistic intelligence), pada gilirannya bisa digunakan untuk berdamai dengan tingkat similarities maksimal pada uji Turnitin.

Selain cara di atas, keterampilan parafrase juga dapat ditempa melalui puisi dan pemahaman bacaan (reading comprehension). Cara pertama adalah dengan merubah puisi menjadi prosa. Puisi atau lagu (karena lagu sebenarnya adalah puisi yang dinyanyikan) disusun dalam untaian kata yang berirama dan padat. Sifat ‘padat’ puisi ditandai dengan penulisan kalimat yang tidak lengkap. Menulis ulang puisi dengan kalimat lengkap berarti merubah puisi menjadi prosa. Cara ini, cukup menyenangkan terutama bagi mereka yang sehari-hari mewarnai kehidupannya dengan alunan lagu. Cara kedua adalah dengan membaca sebuah teks secara berulang-ulang hingga didapatkan kata kunci dan pemahaman yang memadai (comprehension). Setelah itu, teks sumber ditutup. Pembaca lalu menuliskan kembali pemahamannya tersebut tanpa melihat teks sumber. Cara ini,  meski cukup menantang, bisa diandalkan oleh kita yang hendak menghasilkan karya ilmiah tingkat tinggi. Lebih lanjut tentang teknis parafrase dan aspek kebahasaan sebuah karya ilmiah, sudi kunjungi tautan berikut: https://bit.ly/3nwzIHt.

‘Alaa kulliy haal, patut dicatat bahwa keterampilan parafrase tidak melulu berkaitan dengan karya ilmiah. Lebih besar dari itu, parafrase bertalian dengan kasih sesama manusia; parafrase bertautan dengan upaya memanusiakan manusia; dan parafrase berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia untuk ‘didengarkan’. Tatkala ‘dunia mainstream’ banyak menyajikan pengetahuan, tips dan tricks untuk menjadi pembicara handal (baca: public speaking, seni bicara, retorika), informasi tentang menjadi ‘pendengar handal’ cenderung tertutupi. Padahal secara afektif, pendengar handal jauh lebih berkesan dibanding pembicara handal. Dan di dalam upaya menjadi seorang pendengar handal (active listener) itulah, keterampilan parafrase mutlak diperlukan.

Seorang pembicara (speaker) cenderung akan senang bila diapresiasi. Bentuk apresiasi bisa berupa kontak mata (eye contact), anggukan kepala, dan respon singkat semisal ‘iya’. Ada waktu di mana apresiasi tersebut dipermasalahkan, yaitu apakah si pendengar itu benar-benar mendengar (active listener) atau sekedar pura-pura mendengar (pseudo-listener). Tidak mudah membedakan active listener dan pseudo-listener, namun pendengar yang mampu memparafrase gagasan si pembicara, mestilah seorang active listener.

Kini, jika ada yang bertanya kepada kita, dengan terlebih dahulu mengulang gagasan utama kita dalam bentuk parafrase, dialah active listener kita. Dialah yang memberi apresiasi (nonmateri) tertinggi kepada kita. Dialah yang tidak bermain gadget ketika kita bicara. Dialah yang membuat catatan-catatan kecil untuk merangkum gagasan kita. Dialah cermin yang bisa kita jadikan rujukan atas pertanyaan: dari mana datangya kasih? Dari apresiasi turun ke hati. Skill apa yang dibutuhkan untuk bisa memberi apresiasi non-materi tertinggi itu? Itulah parafrase. Syahdan, parafrase bukan sebatas teknik meningkatkan keterbacaan karya ilmiah. Parafrase juga adalah  teknik untuk mengapresiasi dan memanusiakan manusia lainnya (hablun minannas).

Sungguh, tidak ada yang baru dalam tulisan ini. Kalaupun terlihat ada, itu semata permainan diksi. Tidak lebih dari sebuah parafrase atas konfigurasi narasi yang sebelumnya telah ada. Dan seperti diyakini banyak orang, tidak ada yang benar-benar baru di bawah langit dunia.

Wallahu a’lam.

Artikel Terkait

SYIRIK KECIL

metrouniv.ac.id – 28/03/2024 – 17 Ramadhan 1445 H Dr. Mukhtar Hadi, M.Si. (Direktur Pascasarjana IAIN Metro) Beberapa hari menjelang  Idul

Puasa adalah untuk ‘AKU’

metrouniv.ac.id – 23/03/2024 – 12 Ramadhan 1445 H Dr. Ahmad Supardi Hasibuan, M.A. (Kepala Biro AUAK IAIN Metro) Ibadah Puasa

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.

socio, echo, techno, preneurship
"Ayo Kuliah di IAIN Metro"

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru.